Monday, October 18, 2010

Trowulan, Jejak Majapahit yang Tersisa

Foto: Kompas
Prabu Hayam Wuruk dan Patih Gajahmada kita kenal sejak di bangku sekolah dasar. Mereka identik dengan kerajaan besar Majapahit. Peradaban Majapahit berkembang lebih dari 200 tahun, mulai berdiri tahun 1293 dan diperkirakan runtuh tahun 1521 Masehi. Jejak sejarah Majapahit bisa Anda ditelusuri di Trowulan, Jawa Timur.  Tulisan ini saya cuplik dari artikel media cetak Kompas.

Trowulan jauhnya 60 kilometer barat daya Kota Surabaya, ditengarai sebagai  ibu kota kerajaan saat Majapahit mencapai puncak kejayaan. Pada areal 11 kilometer x 9 kilometer, sebagaimana yang pernah diteliti Nurhadi Rangkuti, telah ditemukan sedikitnya 32 kanal, satu kolam seluas lebih kurang 6,5 hektar, serta dua pintu gerbang; Gapura Bajangratu dan Gapura Wringin Lawang. Selain itu, ditemukan permukiman dan pendapa kuno, candi Hindu dan Buddha, seperti Candi Brahu, Candi Tikus, dan Candi Gentong.
Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Hari Untoro Dradjat mengatakan, Situs Trowulan merupakan satu-satunya peninggalan purbakala berbentuk kota dari era kerajaan-kerajaan kuno di masa klasik Nusantara, dari abad V sampai XV Masehi.
”Sebagai bekas kota, di Situs Trowulan dapat dijumpai ratusan ribu peninggalan arkeologis baik berupa artefak, ekofak, serta fitur,” katanya.
Situs bekas kota Kerajaan Majapahit ini dibangun di sebuah dataran yang merupakan ujung penghabisan dari tiga jajaran gunung, yaitu Gunung Penanggungan, Welirang, dan Anjasamara.
Mundardjito mengatakan, dari kerajaan lain yang tersisa hanya candi-candi atau prasasti.
Jika Yunani memiliki Acropolis di Athena, Italia menyimpan reruntuhan Pompeii, Kamboja bangga dengan Angkor Wat, dan Peru masih setia merawat Machu Picchu, Indonesia hanya memiliki Trowulan yang hingga saat ini pun belum tergali sempurna.
Menurut data, penelitian terhadap Situs Trowulan pertama kali dilakukan oleh Wardenaar pada tahun 1815. Ia mendapat tugas dari Raffles untuk mengadakan pencatatan arkeologis di daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut dicantumkan oleh Raffles dalam bukunya, History of Jawa (1817), yang menyebutkan berbagai obyek arkeologis yang berada di Trowulan sebagai peninggalan dari Kerajaan Majapahit.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh WR van Hovell (1849), JVG Brumund, dan Jonathan Rigg. Kemudian RDM Verbeek (1889), RAA Kromodjojo Adinegoro seorang Bupati Mojokerto (1849-1916), J Knebel (1907), dan kemudian Henry Maclaine Pont (1921-1924).
Hasil penggalian di Situs Trowulan menunjukkan bahwa sebagai tempat terakumulasinya aneka jenis benda yang biasa disebut kota ini tidak hanya berupa situs tempat tinggal saja, tetapi juga terdapat situs-situs lain, seperti situs upacara, situs agama, situs bangunan suci, situs industri, situs perjagalan, situs makam, situs sawah, situs pasar, situs kanal, dan situs waduk. Situs-situs ini membagi suatu kota dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil dengan tembok keliling blok-blok segi empat dan diikat oleh jaringan jalan.
”Pada tahun 1981 keberadaan kanal-kanal dan waduk-waduk di Situs Trowulan semakin pasti diketahui melalui studi foto udara yang ditunjang oleh pengamatan di lapangan dengan pendugaan geoelektrik dan geomagnetik. Hasil penelitian kerjasama Bakosurtanal dengan Ditlinbinjarah, UGM, ITB, dan Lapan itu diketahui bahwa Situs Trowulan berada di ujung kipas aluvial vulkanik yang sangat luas, memiliki permukaan tanah yang landai dan baik sekali bagi tata guna tanah,” kata peneliti Nurhadi Rangkuti.
Hal yang menarik, sebagian besar situs-situs di Trowulan dikelilingi oleh kanal-kanal yang saling berpotongan, membentuk sebuah denah segi empat yang luas, dibagi lagi oleh beberapa bidang segi empat yang lebih kecil lagi.

No comments: