Menyangkut Presiden pertama RI, Soekarno alias Bung Karno, terdapat kesesatan sejarah pada buku masa Orde Baru. Diterangkan Bung Karno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Padahal proklamator Indonesia itu lahir di Surabaya, di Jalan Pandean IV/40.
Menurut Ketua Umum Soekarno Institute, Peter A. Rohi, menyatakan, untuk meluruskan sejarah, warga Surabaya akan memasang prasasti di rumah tersebut pada 6 Juni 2011 mendatang, bertepatan dengan hari ulang tahun Soekarno.
Prasasi itu dipasang sebagai tanda bahwa Soekarno benar-benar dilahirkan di Surabaya, bukan di Blitar seperti yang selama ini ditulis dan disebarluaskan ke masyarakat. “Kami akan memasangnya di rumah kelahiran Sang Proklamator dan juga Presiden Pertama Soekarno,” kata Peter, Selasa, 31 Mei 2011.
Peter menjelaskan, nantinya, prasasti akan dibuka dan diresmikan langsung oleh Prof. Ir. Hariono Sigit, putra dari Utari atau istri pertama Ir. Soekarno. Dalam prasasti tertera gambar Soekarno dan tulisan berisi penegasan rumah kelahirannya.
Dijelaskan Peter, Bung Karno lahir di sebuah rumah kontrakan di Jalan Lawang Seketeng, Surabaya, yang sekarang berubah nama menjadi Jalan Pandean IV. Ayahnya bernama Raden Soekemi seorang guru Sekolah Rakyat dan ibunya bangsawan Bali bernama Ida Ayu Nyoman Rai. “Jalan Lawang merupakan tempat berkumpulnya ‘Laskar Pemuda Revolusi’ pimpinan Soekarno di zaman penjajahan dulu. Di kampung tersebut juga ada rumah Mayjen Soengkono, Bung Tomo, serta Gubernur Suryo,” terangnya.
Mengomentari kelahiran Sang Proklamator yang disebut lahir di Blitar, Peter sangat menyayangkan sikap pemerintah. Padahal, lanjutnya, berbagai buku-buku sejarah dan arsip nasional mencatat Soekarno dilahirkan di Surabaya. “Saya heran kenapa sejarah diputarbalikkan begitu?”
Bahkan, tegas Peter, mantan Kepala Perpustakaan Blitar sudah mengakui hal itu.
Untuk menguatkan dalilnya, lelaki tersebut menunjukkan puluhan koleksi buku sejarah yang menuliskan Soekarno lahir di Surabaya. Di antaranya, buku berjudul ‘Soekarno Bapak Indonesia Merdeka’ karya Bob Hering, ‘Ayah Bunda Bung Karno’ karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto tahun 2002, ‘Kamus Politik’ karangan Adinda dan Usman Burhan tahun 1950, ‘Ensiklopedia Indonesia’ tahun 1955, ‘Ensiklopedia Indonesia’ tahun 1985, dan ‘Im Yang Tjoe’ tahun 1933 yang ditulis kembali oleh Peter A. Rohi dengan judul ‘Soekarno Sebagai Manoesia’ pada tahun 2008.
Peter berharap bangsa Indonesia mengetahui dan menyadari kekeliruan ini. “Harus disadari, bahwa selama ini keliru, Soekarno bukan dilahirkan di Blitar tetapi di Surabaya,” katanya bersemangat.
Ia menceritakan, pasca tragedi G30S/PKI, semua buku sejarah ditarik dan diganti di Pusat Sejarah ABRI pimpinan Nugroho Notosusanto. “Tapi saya heran, kenapa ada pergantian kota kelahiran Soekarno?” (dirangkum dari vivanews.com)
Menurut Ketua Umum Soekarno Institute, Peter A. Rohi, menyatakan, untuk meluruskan sejarah, warga Surabaya akan memasang prasasti di rumah tersebut pada 6 Juni 2011 mendatang, bertepatan dengan hari ulang tahun Soekarno.
Prasasi itu dipasang sebagai tanda bahwa Soekarno benar-benar dilahirkan di Surabaya, bukan di Blitar seperti yang selama ini ditulis dan disebarluaskan ke masyarakat. “Kami akan memasangnya di rumah kelahiran Sang Proklamator dan juga Presiden Pertama Soekarno,” kata Peter, Selasa, 31 Mei 2011.
Peter menjelaskan, nantinya, prasasti akan dibuka dan diresmikan langsung oleh Prof. Ir. Hariono Sigit, putra dari Utari atau istri pertama Ir. Soekarno. Dalam prasasti tertera gambar Soekarno dan tulisan berisi penegasan rumah kelahirannya.
Dijelaskan Peter, Bung Karno lahir di sebuah rumah kontrakan di Jalan Lawang Seketeng, Surabaya, yang sekarang berubah nama menjadi Jalan Pandean IV. Ayahnya bernama Raden Soekemi seorang guru Sekolah Rakyat dan ibunya bangsawan Bali bernama Ida Ayu Nyoman Rai. “Jalan Lawang merupakan tempat berkumpulnya ‘Laskar Pemuda Revolusi’ pimpinan Soekarno di zaman penjajahan dulu. Di kampung tersebut juga ada rumah Mayjen Soengkono, Bung Tomo, serta Gubernur Suryo,” terangnya.
Mengomentari kelahiran Sang Proklamator yang disebut lahir di Blitar, Peter sangat menyayangkan sikap pemerintah. Padahal, lanjutnya, berbagai buku-buku sejarah dan arsip nasional mencatat Soekarno dilahirkan di Surabaya. “Saya heran kenapa sejarah diputarbalikkan begitu?”
Bahkan, tegas Peter, mantan Kepala Perpustakaan Blitar sudah mengakui hal itu.
Untuk menguatkan dalilnya, lelaki tersebut menunjukkan puluhan koleksi buku sejarah yang menuliskan Soekarno lahir di Surabaya. Di antaranya, buku berjudul ‘Soekarno Bapak Indonesia Merdeka’ karya Bob Hering, ‘Ayah Bunda Bung Karno’ karya Nurinwa Ki S. Hendrowinoto tahun 2002, ‘Kamus Politik’ karangan Adinda dan Usman Burhan tahun 1950, ‘Ensiklopedia Indonesia’ tahun 1955, ‘Ensiklopedia Indonesia’ tahun 1985, dan ‘Im Yang Tjoe’ tahun 1933 yang ditulis kembali oleh Peter A. Rohi dengan judul ‘Soekarno Sebagai Manoesia’ pada tahun 2008.
Peter berharap bangsa Indonesia mengetahui dan menyadari kekeliruan ini. “Harus disadari, bahwa selama ini keliru, Soekarno bukan dilahirkan di Blitar tetapi di Surabaya,” katanya bersemangat.
Ia menceritakan, pasca tragedi G30S/PKI, semua buku sejarah ditarik dan diganti di Pusat Sejarah ABRI pimpinan Nugroho Notosusanto. “Tapi saya heran, kenapa ada pergantian kota kelahiran Soekarno?” (dirangkum dari vivanews.com)