Friday, January 22, 2010

Sejarah Katolik di Solo


Di Kota Solo Jawa Tengah, terdapat gereja megah. Namanya Santo Antonius Purbayan. Gereja berdinding putih ini ternyata sangat berkaitan dengan sejarah penyebaran agama Katolik di Solo. Di Solo Katolik masuk pada abad ke-18. 


Gereja ini masih terlihat terawat baik. Meski terhitung hampir satu abad, bangunan tersebut masih tampak kokoh dengan balutan cat berwarna putih. Selain itu, bangunan yang memiliki gaya arsitektur khas juga dipenuhi dengan ornamen jendela kaca yang masih terlihat apik meskipun telah termakan usia.

Bangunan ini terdiri dari beberapa bagian, gereja, pastoran dan satu bangunan lagi khas gereja Katolik yaitu bangunan yang menjulang tinggi melebihi tinggi bangunan gereja, yaitu bangunan  yang di dalamnya terdapt lonceng.

Kemudian di puncak paling atas bangunan tersebut tentu saja ada simbol salib. Gereja peninggalan dari Belanda ini dibangun sejak November 1916. Akan tetapi lebih dari setengah abad sebelumnya gereja ini sudah menjadi stasi (Pusat kegiatan pelayanan rohani yang letaknya jauh dari paroki). Perkembangannya dimulai pada abad 18, ketika pada waktu Belanda menyebarkan agama tak terkecuali di Solo.

Walhasil, orang yang beragama Katolik di Solo merupakan keturunan Belanda. “Pada waktu itu pelayanan rohani dari umat Katolik Solo pun tidak dilakukan di Solo tetapi di Semarang. Karena memang di Kota Solo belum ada gereja dan paroki untuk pelayanan rohani,” tutur Pastor Kepala Gereja Santo Antonius Purbayan, Antonius Puja Harsana, SJ kepada VIVAnews di Solo, Senin 21 Desember 2009.

Kemudian pertengahan abad 18, tambah Romo Puja, sekitar tahun 1859 Solo diakui sebagai stasi dari Paroki Ambarawa. Memasukki awal abad 19,  sekitar tahun 1905 ada seseorang Pastur asal Belanda, Romo Cornelius Stiphout, SJ mendapat ijin untuk membangun gereja Katolik pertama di Solo. Pembangunan ini pun memakan waktu sekitar 11 tahun, dari tahun 1905-1916.

Setelah gereja dan beserta parokinya berdiri, bedirilahn sekolah Katolik di sekitar lingkungan gereja. Seperti SD Kanisius (1921), sekolah Dasar Marsudirini (1926) dan bruder (sekolah calon romo) FIC yang datang pada tahun 1926 yang kemudian mengambil alih Sekolah HIS.

Keberadaan dari Gereja Purbayan ini pun menjadi saksi bisu dari sejarah Kota Solo. Tengoklah bagaimana perjuangan di masa penjajahan Jepang pada tahun 1940 an. Pada tanggal 24 Desember 1949, gereja ini menjadi tempat pembabtisan pahlawan nasional Brigadir Jenderal Ignatius Slamet Riyadi.

Selain itu, bangunan gereja yang terletak di Jalan Arifn No 1 Solo, juga pernah terkena luapan banjir sungai Bengawan Solo. Setidaknya, air setinggi 1,5 meter menggenanangi gereja umat Katoleik tersebut. Kejadian itu berlangsung pada tanggal 16 Maret 1966.

Keberadaan gereja tersebut telah menjadi saksi bisu Kota Solo. Pasalnya, pembangunan gereja itu menandai sebagai pionir gereja Katolik di seluruh wilayah Surakartaa. Maka tidak heran, jika gereja yang terletak di samping Balaikota Solo ini sebagai cikal bakal perkembangan umat Katolik di Solo.
“Pembangunan Gereja Purbayan ini diikuti   dengan pembangunan Gereja Purwosari yang berdiri pada tahun 1940. Lalu pada tahun 1961 didirikan Gereja Maria Regina Purbawardayan. Kemudian tahun 1975 berdiri Gereja St Inigo,” jelas Romo Puja.

Artikel: dirangkum dari Vivanews.com

Foto: Fajar Soqiq (Vivanews)

No comments:

Post a Comment