Saturday, February 20, 2010

Eureka, Sejarah / Asal-usul dan Artinya

Kita banyak mendengar kata "Eureka". Sesungguhnya, apa arti Eureka dan bagaimana sejarahnya?

Eureka dipopulerkan oleh ilmuwan Archimedes. Ilmuwan ini terkenal dengan kisahnya saat menemukan rumus menghitung volume benda yang tidak mempunyai bentuk baku.

Kisahnya begini. Mahkota untuk raja Hiero II dibuat. Namun raja ragu apakah mahkota tersebut benar-benar dari emas murni ataukah mengandung perak. Raja Hiero II tidak mempercayai pembuat mahkota tersebut. 

Saat Archimedes berendam dalam bak mandi, dia melihat air dalam bak mandinya tertumpah keluar sebanding dengan besar tubuhnya. Archimedes menyadari bahwa efek ini dapat digunakan untuk menghitung volume dan isi dari mahkota tersebut. Dengan membagi berat mahkota dengan volume air yang dipindahkan, kerapatan dan berat jenis dari mahkota bisa diperoleh.

Berat Jenis mahkota akan lebih rendah daripada berat jenis emas murni apabila pembuat mahkota tersebut berlaku curang dan menambahkan perak ataupun logam dengan berat jenis yang lebih rendah. Karena terlalu gembira dengan penemuannya ini, Archimedes melompat keluar dari bak mandinya, lupa berpakaian terlebih dahulu, berlari keluar ke jalan dan berteriak "EUREKA!" atau '"Saya menemukannya".

Marga Batak, Asal-usul / Sejarahnya

Anda pasti tahu, orang Batak yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia terkenal dengan marganya (simbol keluarga). Saking banyaknya marga Batak, kita yang bukan orang Batak sulit menghapalnya.  Marga didapat dari dari garis keturunan ayah, yang diturunkan kepada penerusnya.

Menurut kepercayaan, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang punya dua anak yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea mempunyai istri bernama Si Boru Baso Burning dan memiliki 5 putra dan 4 putri.
  • Putra :
  1. Si Raja Biak-Biak.
  2. Tuan SaribuRaja.
  3. Limbong Mulana.
  4. Sagala Raja.
  5. Malau Raja.
  • Putri :
  1. Si Boru Pareme, kawin dengan Tuan SaribuRaja.
  2. Si Boru Anting Sabungan, kawin dengan Tuan SorimangaRaja, putra Raja Isumbaon.
  3. Si Boru Biding Laut, juga kawin dengan Tuan SorimangaRaja.
  4. Si Boru Nan Tinjo, tidak kawin.
Sementara itu Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yaitu, Tuan SorimangaRaja, Si Raja Asiasi, dan Sangkar Somalindang.

  1. SaribuRaja dan Marga-marga Keturunannya
SaribuRaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marpohas (anak kembar berlainan jenis).

Mula-mula SaribuRaja kawin dengan Nai Margiring Laut, dan melahirkan seorang putra yang bernama Raja Iborboron (Borbor). Tetapi kemudian Si Boru Pareme menggoda abangnya SaribuRaja, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. Karena saudara-saudara yang lainnya tidak suka, maka

SaribuRaja pergi mengembara ke hutan dengan meninggalkan Si Boru Pareme dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme akan melahirkan, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara. Di sana dia bertemu dengan SaribuRaja yang sudah mempunyai “istri” seekor harimau betina.

Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang bernama Si Raja Lontung. Dari istrinya sang harimau, SaribuRaja memperoleh putra yang bernama Si Raja Babiat. di kemudian hari Si Raja Babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BayoAngin.
A. Si Raja Lontung
Putra pertama dari Tuan SaribuRaja ini mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :
  • Putra :
  1. Tuan Situmorang, keturunannya bermarga Situmorang.
  2. Sinaga Raja, keturunannya bermarga Sinaga.
  3. Pandiangan, keturunannya bermarga Pandiangan.
  4. Toga Nainggolan, keturunannya bermarga Nainggolan.
  5. Simatupang, keturunannya bermarga Simatupang.
  6. Aritonang, keturunannya bermarga Aritonang.
  7. Siregar, keturunannya bermarga Siregar.
  • Putri :
  1. Si Boru AnakPandan, kawin dengan Toga Sihombing.
  2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.
Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, SuhutNihuta, SiringoRingo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.
Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang Simankorang, Simandalahi, Barutu.
Dari keturunan PANDIANGAN, lahir marga-marga cabang Samosir, Gultom, PakPahan, Sidari, Sitinjak, Harianja.
Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Bautbara, Lumabn Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.
Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang Togatorop (SiTogatorop), Sianturi, Siburian.
Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, RajaGukguk. Simaremare.
Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.

Tuesday, February 16, 2010

Asal-usul Coklat: Minuman Religius sampai Santapan Sebelum Bercinta

Kita semua tahu, coklat merupakan makanan favorit banyak orang. Coklat boleh jadi merupakan makanan yang merupakan hadiah paling populer untuk para pasangan. Bagaimana sih sejarahnya? Kenapa coklat dihubungkan dengan romantisme? 

Sejak lama coklat punya reputasi tinggi. Makanan atau minuman yang dibuat dari biji tanaman coklat ini berhasil merebut hati banyak orang, tidak cuma karena kelezatannya, tapi juga nilai plus yang dimilikinya dalam memperbaiki suasana hati dan memengaruhi munculnya gelora cinta.

Pohon cokelat, yang buahnya mengandung biji yang bisa diproses menjadi camilan coklat, pertama kali ditemukan 2.000 tahun lalu di hutan tropis Amerika. Sementara itu, bangsa Maya merupakan bangsa pertama yang mengonsumsi cokelat (250-900 SM). Mereka mencampur biji coklat dengan berbagai bumbu untuk membuat minuman yang dipercaya mujarab.

Bagi bangsa Maya, coklat merupakan perlambang hidup dan kesuburan. Karena itu, buah coklat sering ikut hadir dalam ritual religius, termasuk upacara pernikahan dan dipercaya sebagai makanan para dewa.

Di wilayah Meksiko Tengah, bangsa Aztec percaya, orang yang makan biji dari pohon coklat akan mendapatkan kebijaksanaan dan kekuatan. Mereka juga yakin coklat mengandung nutrisi yang baik bagi kesehatan dan punya manfaat afrodisiak. Raja Aztec Montezuma bahkan punya kebiasaan minum cokelat setiap hari untuk menaikkan libidonya.

Coklat mulai dibawa ke Eropa pada tahun 1519 setelah Montezuma menawarkan minuman yang berbumbu kepada pengelana Spanyol, Cortez, dan tentaranya. Cortez lalu membawa biji coklat ke Spanyol dan memopulerkannya. Namun, selama berabad-abad minuman coklat lebih dikenal sebagai minuman para bangsawan.

Reputasi coklat sebagai makanan afrodisiak sangat terkenal di kalangan bangsawan Perancis. Seni dan literatur bernuansa erotis banyak yang terinspirasi oleh kandungan coklat. Casanova, pengelana dari Italia yang lebih dikenal sebagai penakluk perempuan, diceritakan selalu mengonsumsi coklat sebelum bercinta. Keterkaitan coklat dengan pembangkit gairah terus bertahan hingga saat ini.

Lalu, sejak kapan coklat identik dengan perayaan kasih sayang di Hari Valentine? Literatur menyebutkan, sejak abad ke-17, para pasangan sudah mulai memberikan kado di Hari Valentine dan sesuatu yang manis sering dijadikan pilihan. Baru pada tahun 1868, Richard Cadbury memperkenalkan sekotak coklat sebagai kado Valentine.

Khasiat afrodisiak
Meski para petualang cinta dalam sejarah selalu diceritakan mengonsumsi coklat, ternyata kandungan zat kimia phenylethylamine (PEA) atau "obat cinta" dalam coklat hanya sedikit. PEA ini diyakini dapat memengaruhi mood, perhatian, dan energi. Saat seseorang merasa sangat senang atau euforia, tubuh akan mengeluarkan PEA.

Namun, sejumlah peneliti mengatakan, kandungan flavonoid dalam coklat mampu melenturkan pembuluh darah sehingga aliran darah lancar, termasuk yang menuju ke organ seksual. Itu sebabnya banyak orang yang yakin coklat memperlancar urusan di ranjang. (dirangkum dari kompas)

Sunday, February 14, 2010

Saturday, February 13, 2010

Sejarah Walisongo: Siapa Saja Walisongo Periode IV , V?

Kita telah membahas siapa saja anggota Walisongo Periode Pertama/Awal (I), , berikut siapa saja anggota Walisongo Periode II dan III.  Kini kita masuk dalam Walisongo periode IV dan V. 

Walisongo Periode IV 

Maulana Ahmad Jumadil Kubro dan Maulana Muhammad Al-Maghrobi meninggal. Tahun 1466, diangkat pengganti mereka, yakni:

  1. Raden Hasan atau Raden Fattah (disebut juga Raden Patah). Raden Patah merupakan putra Raja Brawijaya, Majapahit dan murid Sunan Ampel. Ia diangkat menjadi Adipati Bintoro tahun 1462 M. Membangun Masjid Demak tahun 1465 dan menjadi Sultan/Raja Demak tahun 1468.
  2. Fathullah Khan yakni Putra Sunan Gunung Jati. Ia dipilih untuk membantu ayahnya yang telah berusia lanjut.

Walisongo Periode V: 
Pada periode ini, masuklah Raden Umar Said (Sunan Muria), Putra Sunan Kalijaga, menggantikan wali yang wafat.

Syeh Siti Djenar sesungguhnya juga Walisongo. Namun karena dianggap mengajarkan ajaran sesat, ia dihukum mati. Kedudukan Syeh Siti Jenar digantikan Adipati Pandanarang (Sunan Buyat alias Sunan Tembayat). *Alpha Savitri

Sejarah Walisongo: Siapa Saja Walisongo Periode II dan Periode III?

Walisongo sebenarnya bukan hanya sembilan orang sebagaimana yang kita kenal. Walisongo merupakan nama suatu dewan dakwah. Bila salah satu anggota dewan meninggal, akan dicari penggantinya. Setelah kita mengetahui siapa saja anggota Walisongo periode I, kini kita beralih ke Walisongo periode II dan III. Siapa saja mereka?

Inilah Walisongo Periode II:

1. Raden Ahmad Ali Rahmatullah, datang ke Jawa tahun 1421 menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada 1419. Raden Rahmat – begitu salah satu sebutannya – berasal dari Cempa (Thailand Selatan). Kelak ia dikenal sebagai Sunan Ampel.

2. Sayyid Ja’far Shoddiq, asal Palestina, tiba di Jawa tahun 1436 M. Dia tinggal di Kudus sehingga dikenal sebagai Sunan Kudus.

3. Syarif Hidayatullah (kelak disebut Sunan Gunung Jati), berasal dari Palestina. Tiba di Jawa tahun 1436 M, menggantikan Maulana Ali Akbar yang meninggal pada tahun 1435.

Sidang Walisongo kedua diadakan di Ampel Surabaya. Para wali berbagi tugas:

• Jawa Timur: Dikomandani Sunan Ampel (Raden Rahmat), Maulana Ishak, Maulana Jumadil Kubro.
• Jawa Tengah: Dikomandani Sunan Kudus, Syeh Subakir, dan Maulana Al-Maghrobi.
• Jawa Barat: Dikomandani Syarif Hidayatulloh, Maulana Hasanudin, Maulana Aliyudin.

Inilah Walisongo Periode III:

Walisongo periode III masuk pertama kali pada tahun 1463. Empat anggota Walisongo Periode III yang diputuskan dalam sidang yang berlangsung di Surabaya adalah:

  • Raden Paku alias Syeh Maulana Ainul Yaqin, yang kelak berubah nama menjadi Sunan Giri. Ia lahir di Blambangan dan merupakan Putra dari Syeh Maulana Ishak dengan Dewi Sekardadu (Putri Blambangan). Raden Paku menggantikan ayahnya yang pindah ke Pasai. Nama Sunan Giri disematkan padanya karena ia tinggal di Giri, Gresik. Makamnya juga di Gresik.
  • Raden Said (Sunan Kalijaga), lahir di Tuban, Jatim. Ia putra Adipati Wilatikta yang berkedudukan di Tuban. Ia menggantikan Syeh Subakir yang kembali ke Persia.
  • Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Ia lahir di Surabaya dan merupakan putra Sunan Ampel. Ia menggantikan Maulana Hasanuddin yang meninggal tahun 1462.
  • Raden Qasim (Sunan Drajad), kelahiran Surabaya, putra Sunan Ampel. Sunan Drajad menggantikan Maulana Aliyyuddin yang meninggal tahun 1462. *Alpha Savitri

Sejarah Walisongo: Siapa Saja Walisongo Periode I?

Umumnya, orang mengenal nama-nama Walisongo sbb:
  1. Syeh Maulana Malik Ibrahim
  2. Sunan Ampel
  3. Sunan Bonang
  4. Sunan Giri
  5. Sunan Drajad
  6. Sunan Muria
  7. Sunan Kudus
  8. Sunan Kalijaga
  9. Sunan Gunung Jati.

Walisongo bukan hanya sembilan nama di atas. Walisongo sesungguhnya merupakan nama suatu dewan dakwah. Bila salah satu anggota dewan meninggal, akan dicari penggantinya.

Kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah yang penulisannya dilanjutkan Syeh Maulana Al-Maghrobi, Walisongo melakukan sidang 3 kali:

Tahun 1404 M: Terdapat sembilan wali
Tahun 1463 M: Masuk tiga wali mengganti yang meninggal
Tahun 1463 M: Masuk empat wali mengganti yang meninggal dan pergi.

Menurut KH. Dahlan Abd. Qahar, sebagaimana dilansir Asnan Wahyudi dan Abu Khalid MA dalam buku Kitab Walisongo, Para Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa, pada 1466 M, Walisongo melakukan sidang, di antaranya membahas Syeh Siti Jenar, meninggalnya dua wali yakni Maulana Muhammad Al maghrobi dan Maulana Ahmad Jumadil Qubro, serta masuknya dua wali menjadi walisongo.

Walisongo Periode I
Sultan Muhammad I dari Kerajaan Turki mengetahui di Pulau Jawa terdapat dua kerajaan besar yakni Majapahit dan Pajajaran. Beberapa penduduknya di pesisir, yang menikah dengan pedagang Gujarat beragama Islam. Sultan mengirim surat pada penguasa Afrika Utara dan Timur Tengah untuk mengirim utusan ke Pulau Jawa. Berikut ini mereka yang dikirim ke Jawa pada 808 Hijriah atau 1404 M:

  1. Maulana Malik Ibrahim asal Turki. Keahlian: Tata Negara. Lokasi Dakwah: Jawa bagian Timur. Meninggal di Gresik tahun 1419 M.
  2. Maulana Ishak, berasal dari Samarkan, dekat Burhara, Rusia Selatan. Keahlian: Pengobatan. Dia tidak menetap di Jawa, pindah ke Singapura (Pasai) dan meninggal di sana.
  3. Maulana Ahmad Jumadil Qubra asal Mesir. Dia berdakwah keliling. Makamnya di Troloyo, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.
  4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal dari Maghrib (Maroko). Berdakwah keliling, Meninggal  tahun 1465 M. Makamnya di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah.
  5. Maulana Malik Isroil asal Turki. Keahlian: Tata Negara. Meninggal tahun 1435 M, dimakamkan di Gunung Santri, Cilegon.
  6. Maulana Muhammad Ali Akbar, asal Persia (Iran). Keahlian: pengobatan. Meninggal tahun 1435, makamnya di Gunung Santri.
  7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina, berdakwah keliling. Meninggal 1462 M. Makamnya di samping Masjid Banten Lama.
  8. Maulana Aliyuddin, asal Palestina, berdakwah keliling. Meninggal 1462 M. Makamnya di samping Masjid Banten Lama.
  9. Syeh Subakir asal Persia, ahli menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat. Jin akan menyingkir dan tanah tersebut dijadikan pesantren. Kembali ke Persian tahun 1462 M, meninggal di sana.
(Di Blitar terdapat peninggalan Syeh Subakir berupa sajadah yang terbuat dari Batu Kuno. Salah satu pengikut dan sahabat Syeh Subakir meninggal dan dimakamkan di sebelah utara Pemandian Penataran, Blitar). *Alpha Savitri


(Walisongo Periode selanjutnya, lihat posting artikel saya selanjutnya di blog ini).

Monday, February 08, 2010

Sejarah / Asal-usul Nama Indonesia

Tahukah sobat, bagaimana sih negara kita kok lantas dinamakan Indonesia? Bagaimana sejarah/asal-usul nama Indonesia? Berikut ini sejarahnya.

Pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa Indoa menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).

Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker ( 1820 – 1887 ), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" ( Bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.

Nusantara
Pada tahun 1920, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker ( 1879 – 1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh JLA. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam Bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).

Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke.

Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Ingris, George Samuel Windsor Earl ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
"... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians".

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon ( Srilanka ) dan Maladewa. Earl berpendapat juga bahwa nahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago".

Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826 – 1905 ) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiƫr (orang Indonesia).

Identitas Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,:
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."

Di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924). Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda menolak mosi ini.

Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda". Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, lahirlah Republik Indonesia.


sumber: indonesia kemarin

Kisah Bunker Jakarta, Di Bawah Jalan Kalibesar Timur

Kota Jakarta banyak memiliki bunker peninggalan penjajah. Bunker-bunker itu ada di bawah tanah beberapa kawasan di Jakarta. Seperti apa bunker tersebut dan bagaimana sejarahnya? Pradaningrum Mijarto dari Warta Kota menuliskannya.


Sejarah Kota Megapolitan Jakarta juga berkaitan dengan keberadaan bunker (ruang bawah tanah). yang tersebar di bawah tanah kota itu. Tak hanya di kawasan Kota Tua, atau Tanjungpriuk, data yang ada menyebutkan kawasan Kramat, Kebon Sirih, hingga Meester Cornelis pun menyimpan bekas bunker di bawahnya. Ketika saya mendengar kabar ada satu lagi bunker di kawasan Kota Tua, tentu ini menjadi penggenap data tentang keberadaan bunker di bawah tanah Jakarta.
   

Mencari sejarah bunker di Batavia, tak seperti mencari kisah tentang bagaimana Batavia dibangun. Kisah tentang bunker, seperti keberadaan bunker itu sendiri, berada jauh terselip di dalam terbitan-terbitan, baik majalah ataupun koran yang terbit di Belanda. Tak masalah, yang penting ada sedikit data, kemudian menelusuri fakta di lapangan. Maka sekali lagi, setelah bunker di bawah Stasiun Tanjungpriuk, bunker di depan Museum Sejarah Jakarta (MSJ), kini bunker lain terkuak sedikit.
   

Bunker yang baru kemarin saya jenguk, berbeda dengan dua bunker lain. Bunker di bawah Jalan Kalibesar Timur (di masa lampau kawasan ini disebut Pasar Pisang) ini dalam kondisi seperti ruang-ruang perkantoran atau ruang penyimpanan barang berharga. Pintu-pintu besi pernah menjadi penjaga ruang bawah tanah ini. Ada beberapa ruangan yang terbilang luas di bunker ini. Namun tentu penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah bunker ini punya koneksi ke bunker lain di kawasan itu, apakah bunker ini hanya sebagai penyimpan barang berharga, atau juga sebagai ruang perlindungan manusia.
   

Di masa antara 1937-1942, Perang Dunia (PD) II, Pemerintah Belanda mengharuskan seluruh bangunan pemerintah membangun bunker. Selain sebagai penyimpan barang berharga, juga sebagai perlindungan saat PD II itu. Namun demikian, ternyata warga Belanda juga melengkapi rumah mereka dengan bunker. Itu terungkap dalam bukti-bukti berupa foto dan sebuah kisah khusus tentang bunker dalam majalah d'Orient. Maka bentuk dan peruntukan bunker pun jadi beragam. Untuk mengungkap keberadaan bunker, lagi-lagi ini perlu penelitian.
   

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kota Tua, Candrian Attahiyyat, menyatakan, tahun ini sudah ada anggaran untuk melakukan penggalian. Boleh jadi, salah satunya adalah mengungkap keberadaan bunker di kawasan Kota Tua. "Kita belum bisa menentukan apakah bunker itu hanya untuk menyimpan barang berharga atau juga untuk perlindungan. Harus diteliti lebih dalam dari sisi arkeologi. Kalau ternyata ada lubang udara, itu berarti bunker itu berfungsi juga untuk bersembunyi," tandasnya.
   

Ia menambahkan, ciri-ciri bunker di kawasan tersebut, seperti yang sudah diinventarisir UPT Kota Tua, meskipun belum ada upaya pengecekan, adalah berada di bawah tangga. Demikian pula bunker yang masih menyisakan air setinggi mata kaki di bawah gedung Rotterdam Lloyd ini. Bunker dengan tinggi sekitar empat meter tersebut dalam keadaan gelap gulita, untuk turun ke bunker itu, orang tak akan menyangka sebab pintu masuknya sudah tertutup dengan timbunan kayu, rontokan tembok, dan seng.
   

Sejarah bangunan milik perusahaan pelayaran Rotterdam Lloyd tak terungkap banyak. Setidaknya ada tahun yang menyatakan pembangunan gedung yaitu 1938.
   

Semoga keberadaan bunker di bangunan tua tak lantas menjadi kesempatan bagi pengejar untung belaka, dunia hiburan, yang hanya akan mengangkat hal mistis. Tak ada yang mistis di gedung tua, di dalam bunker, atau peninggalan apapun. Yang ada adalah sejarah panjang yang berhimpun, berimpitan dan menantang untuk segera diungkap. 

Foto: Pradaningrum Mijarto

Thursday, February 04, 2010

Istana Cipanas, Sejarahnya

Bangunan eksotik peninggalan Belanda di Istana Cipanas kini masih kokoh meski dimakan zaman. Pesona gedung yang terletak di Jalan Raya Cipanas, Cianjur, ini tetap terjaga.

wisata puncak
tampak depan istana cipanas yang eksotik. (foto: kompas)


Istana Cipanas terletak sekitar 20 km dari kota Cianjur atau 103 km dari Jakarta. Ini adalah satu dari lima istana presiden di Indonesia.

Ada beberapa bangunan yang terletak di Istana Cipanas. Dari sekitar 17 bangunan yang ada, terdapat sebuah bangunan utama yang menghadap ke jalan raya yang disebut Gedung Induk. Selain bangunan induk, terdapat beberapa bangunan yang berupa paviliun yang diberi nama Paviliun Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa, Abimanyu, Antasena, dan Tumaritis.

“Dari beberapa paviliun tersebut, ada paviliun yang bukan peninggalan Belanda, seperti Paviliun Nakula dan Sadewa,” kata salah seorang karyawan Istana Cipanas, Kusnadi, di kompleks Istana Cipanas, Rabu (3/2/2010).

Selain itu, ada beberapa bangunan penunjang lainnya seperti rumah bunga, kolam renang, kolam pancing, gedung bentol, rumah pemandian air panas I dan II, gedung kantor, masjid, museum dan perpustakaan. “Bangunan-bangunan tersebut sebagian juga bukan peninggalan Belanda,” kata Kusnadi.

Istana Cipanas yang dibangun sekitar tahun 1700-an ini memiliki luas sekitar 26 hektare. Didominasi oleh rerumputan hijau di atas tanah berkontur, istana ini juga dipenuhi oleh hutan lindung yang asri, rimbun dan indah.

Tak cuma itu, aliran sungai kecil yang jernih disertai dengan gemercik air yang riuh, menjadikan istana ini sangat sayang untuk tidak dikunjungi.

Istana Cipanas dibangun oleh Gubernur Jenderal Gustaaf William Baron Van Imhoff. Ide pembangunan muncul bermula saat ditemukannya suhu air bersuhu 43 derajat Celcius yang mengandung zat belerang dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Dari luas tanah 26 hektare, cuma 8.000 meter persegi saja yang berbentuk bangunan. Sisanya merupakan padang rumput, tanaman hias serta hutan lindung.

Pada masa pemerintahan Belanda, Istana Cipanas dipakai untuk peristirahatan para Gubernur Jenderal, seperti Gustaaf William, Andreas Cornelis de Graaff, Bonafacius Cornelis de Jonge dan Tjarda Van Starkenborgh.

Pada masa pemerintahan Jepang , Istana Cipanas dipakai untuk tempat peristirahatan para pembesar Jepang yang sedang melakukan perjalanan ke Bandung dari Jakarta dan sebaliknya. Saat masa kemerdekaan, Istana Cipanas tetap digunakan sebagai tempat peristirahatan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga.

Meski digunakan untuk tempat peristirahatan, namun pada kenyataanya Istana Cipanas sering dijadikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan politik, ekonomi dan hubungan antar bangsa. Pada 13 Desember 1965, ruang Gedung Induk menjadi tempat sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soekarno untuk menetapkan mata uang dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 yang dikenal dengan istilah Saneering.

Kegiatan lain adalah pada 17 April 1993 Presiden Soeharto menjadi penengah diplomasi antara pemerintah Filipina dan gerilyawan muslim Moro yang dipimpin oleh Nur Misuari. Perundingan tersebut dipimpin oleh mantan Menlu Ali Alatas.

Pada 16 Juni 2005, Istana Cipanas menjadi tempat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Dalam kesempatan ini, Presiden SBY memberikan Piala Adipura dan Kalpataru kepada para tokoh masyarakat dan para pejabat daerah.

Mau berkunjung ke Istana Cipanas? Anda harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Rumah Tangga Presiden. Waktu berkunjung tiap Senin sampai Jumat mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Khusus hari Jumat, waktu berkunjung dilanjutkan hingga pukul 16.00 WIB.

Tentu masuk ke area istana ini, setelah melewati pagar kita akan diawasi banyak kamera CCTV. Tas pun harus dititipkan ke petugas. Di dalam pagar namun di luar ruangan kita bebas mengambil gambar. Namun di dalam ruangan kita tidak diperbolehkan memotret. Alasannya adalah keamanan.

Di dalam istana ada berbagai benda berharga misalnya dua lampu kristal dari negara Cekoslowakia produksi tahun 1900, karya-karya pelukis legendaris Indonesia seperti Affandi dan Soejojono, dan lain-lain. Jumlah lukisan di sini 310 dimana 240 di antaranya adalah koleksi pribadi Presiden Soekarno.

Istana ini juga punya tempat pemandian air panas dan museum yang menyimpan barang pemberian tamu negara.

Monday, February 01, 2010

Asal-usul Vaksin Polio Ternyata dari Perempuan Miskin

Henrietta Lacks, sudah tiada. Perempuan miskin itu  tak pernah tahu bagian tubuhnya -- yang disimpan dan diteliti tanpa setahu dia -- berkontribusi untuk bidang ilmu kesehatan. Ironisnya, keluarganya tetap miskin tak punya tunjangan kesehatan, sementara perusahaan medis yang mengembangkan vaksin itu kaya raya. 

Dia meninggal 60 tahun lalu, di usianya yang ke-30. Tapi siapa sangka, ia meninggalkan warisan sel-sel tubuhnya yang menyelamatkan dunia.

Sebuah sel yang diambil dari perempuan kulit hitam itu telah memberikan kontribusi yang besar dalam dunia medis. Karena melalui penelitian selnya bisa dikembangkan vaksin polio dan beberapa obat.

Keluarga Henrietta Lacks tidak pernah menyangka vaksin polio yang beredar saat ini adalah berdasarkan penelitian dari sel Lacks yang kemudian dinamakan sel HeLa.

Ceritanya berawal pada tahun 1951 ketika Lacks pergi ke Johns Hopkins Hospital di Baltimore AS karena menderita kanker serviks (leher rahim).

Sebelum meninggal, dokter sempat mengambil beberapa sel tumornya tanpa seizin Lacks. Sel-sel tersebut akhirnya di bawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian.

Ternyata peneliti menemukan bahwa sel tersebut dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tak pernah dilihat oleh para peneliti. Sel-sel yang diambil ini tetap bisa hidup dan tumbuh.

"Saya pikir, kami berhutang banyak terima kasih atas apa yang telah disediakan oleh Henrietta Lacks dan hal ini sama sekali tidak diragukan lagi. Lacks meninggal akhir tahun 1951, tapi sel-sel yang diambilnya masih tetap hidup dan memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan penelitian di seluruh dunia," ujar Prof Ranciello, seperti dikutip dari ABCNews, Senin (1/2/2010).

Dalam sebuah laboratorium mikrobiologi di New York, Colombia, Profesor Vincent Ranciello melakukan percobaan dengan beberapa sel yang telah membawa terobosan medis terbesar dalam beberapa puluh tahun terakhir. Sel yang digunakan bukanlah sel biasa tapi sel yang disebut dengan HeLa.

Sel HeLa pertama kali digunakan dalam penelitian untuk pembuatan vaksin polio, serta membantu mengembangkan obat-obatan untuk melawan kanker, flu dan Parkinson. Selain itu sel ini juga digunakan dalam pemetaan gen, kloning dan menguji efek dari radiasi atom yang dikirim ke luar negeri.

Keluarga Lacks sendiri tak pernah tahu mengenai hal ini selama 20 tahun. Hingga akhirnya pada tahun 1970-an keluarga mengetahuinya.

Sementara perusahaan yang mengembangbiakkan sel HeLa mendapat keuntungan miliaran dolar, keluarga Henrietta hanya memiliki sedikit uang dan sebagian darinya bahkan tidak mampu untuk memiliki asuransi kesehatan.

"Sesuatu yang telah dilakukan ibuku dalam memberikan sumbangan terbesar untuk kemajuan medis telah merubah kemarahan kami menjadi perasaan senang dan bangga," ujar sang putra Henrietta Sunny.

Sampai hari ini sel-sel HeLa telah memberikan terobosan berharga dalam hal perkembangan medis seperti untuk pengembangan vaksin polio, obat-obatan kanker, flu dan penyakit Parkinson.

dirangkum dari detikhealth