Desa Tenganan merupakan salah satu desa yang berpenghuni orang Bali Mula atau Bali Aga (Bali Asli) alias Bali yang bukan berasal dari keturunan Kerajaan Majapahit. Saat Majapahit menduduki Bali, penduduk asli Bali lari ke beberapa wilayah di Bali, di antaranya ke Desa Tenganan, Bali Timur. Bagaimana hikayat Desa Tenganan?
Tersebutlah Tanah Tenganan sebagai pemberian Dewa Indra.
Kisahnya bermula dari kemenangan Dewa Indra atas peperangan dengan Raja
Mayadenawa yang otoriter. Dunia, karena peperangan itu, dianggap kotor,
karenanya dibutuhkan upacara penyucian dengan kurban seekor kuda. Terpilihkan Oncesrawa,
kuda milik Dewa Indra sebagai bakal kurbannya.
Kuda yang dianggap sakti itu memiliki bulu putih dengan ekor
warna hitam yang panjangnya sampai menyentuh tanah. Kuda yang diyakini muncul
dari laut itu, melarikan diri ketika ia tahu bahwa dirinya akan dijadikan
kurban. Dewa Indra kemudian menugaskan Wong Peneges, prajurit kerajaan
Bedahulu, untuk mencari Oncesrawa
.
Orang-orang Paneges dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
Kelompok pertama mencari ke arah Barat dan kelompok kedua mencari ke arah
Timur. Kelompok pertama tidak menemukan jejak kuda kurban, sedangkan kelompok
kedua berhasil menemukan kuda tersebut dalam keadaan mati pada suatu tempat di
lereng bukit, yang sekarang disebut bukit Kaja ‘bukit Utara’, Desa Tenganan
Pegringsingan. Hal itu, segera diketahui oleh Dewa Indra. Selanjutnya, beliau
bersabda untuk memberikan anugerah berupa tanah seluas bau bangkai tercium. Wong
Peneges rupanya ‘cerdik’, mereka memotong-motong bangkai kuda itu dan
membawanya sejauh yang mereka inginkan. Dewa Indra mengetahui hal itu, lalu
turunlah Dewa 6 Indra
sembari melambaikan tangan, sebagai tanda bahwa wilayah yang mereka inginkan
sudah cukup. Wilayah itulah yang sekarang disebut sebagai Tenganan Pegringsingan.
Menurut cerita masyarakat setempat, Tenganan berasal dari
kata ngatengahang(bergerak ke tengah). Ini berkaitan dengan cerita berpindahnya
warga Tenganan dari pesisir Pantai Ujung mencari tempat lebih ke tengah.
Versi lainnya menyebut Tenganan berasal dari tengen(kanan).
Ini berkaitan dengan cerita warga Tenganan berasal dari orang-orang Peneges. Peneges
berarti pasti atau tangan kanan.
Kata Pegringsingan diambil dari kata gringsing yang terdiri dari
kata gring dan sing. Gring berarti sakit dan sing berarti tidak . Jadi gringsing
berarti tidak sakit , selain itu gringsing merupakan kain tenun ikat ganda khas
Tenganan, sehingga diyakini orang yang memakai kain
Gringsing dipercaya dapat terhindar dari penyakit. Lebih
kompleks lagi gringsing adalah penolak mara bahaya. Masyarakat Bali Aga percaya
gringsing memiliki kekuatan magis yang melindungi mereka dari sakit dan
kekuatan jahat. Tenganan adalah cerita tentang masyarakat yang terus berjuang
mempertahankan identitas yang mereka banggakan sebagai orang Bali asli. Karena gringsing
begitu penting dalam kehidupan masyarakat Tenganan, kain ini seperti cermin
perjalanan kehidupan masyarakat setempat. Sampai sekarang masih ada yang
mengira warna merah gringsing berasal dari darah. Mungkin kain gringsing merah
yang digunakan paragadis dalam
perang pandan menjadi penanda betapa beratnya pertarungan sang satria.
Kepercayaan
mengenai kekuatan magis kain itu lalu menghasilkan mitos sendiri. Keunikan kain Gringsing inilah,
antara lain, yang menjadikan Tenganan Pegringsingan memiliki nama atau dikenal di
dunia pariwisata. Kemahsuran ini bertahan berkat praktik tradisionalisasi diri.
Lihatlah misalnya, bagaimana Tenganan sanggup menghadirkan turis setiap harinya
karena sejumlah praktik kehidupan dan berbagai benda tradisi selalu dihidupkan.
.
Berbagai
upacara masuk ke dalam kalender budaya Tenganan. Sebutlah misalnya Usaba Kasa,
Usaba Karo, Usaba Ketiga, Usaba Kapat, Usaba Sambah,dan seterusnya merupakan
upacara tradisi yang hadir dalam wilayah ritual dan kesadaran akan industri
pariwisata.
Dengan keunikan
tradisi yang dimiliki itu, tak mengherankan bila desa yang terletak di kabupaten
Karangasem ini sering dikunjungi turis. Mereka datang untuk menyaksikan keseharian
masyarakat Tenganan dan tentunya kain tenun Pegringsingan yang sangat terkenal.
Terlebih pada saat berlangsungnya Upacara 7 Usaba Sambah. Suasana Desa Tenganan pun
bertambah ramai, bukan oleh wisatawan saja, tetapi juga karena banyak
penduduknya yang pulang kampung. Oleh masyarakat setempat, upacara ini memang
masih dianggap penting dan seluruh komponen masyarakat desa terlibat di
dalamnya.