Sudah sejak zaman dulu sebuah kamar di sebuah rumah yang kini menjadi rumah dinas bupati Malang dianggap sakral. Orang lain tidak berani memasukinya, dan itu terjadi sejak masa adipati pertama. Hanya adipati sendiri yang diperbolehkan menggunakan ruangan disebut Sentong Tengah itu. Bagaimana kesakralannya?
Ritual turun temurun itu berlanjut hingga saat ini. Saat ini hanya Bupati Sujud Pribadi yang masuk ke kamar tersebut. Banyak orang yang bertanya-tanya, apa sebenarnya isi kamar yang selalu tertutup rapat tersebut.
Menurut Dosen Sejarah Universitas Negeri Malang, Blasius di ruang yang sampai kini menjadi ruang rahasia. Konon ruangan itu menjadi tempat kuburan mayat para pekerja di zaman kolonial yang akan membangun jalur rel kereta.
Pada masa kolonial, akan dibangun jalur rel kereta mulai dari Singosari hingga kawasan Janti. Jalur rel itu sendiri bakal membelah kompleks pendopo serta rumah dinas atau kediaman dari adipati sendiri.
Mengetahui itu adipati yang memimpin masa itu, melakukan perlawanan dan membunuh semua pekerja, termasuk bangsa penjajah yang membuat jalur rel. Mayat-mayat mereka dimasukkan ke dalam ruangan itu.
"Adipati pada masa itu mempunyai kesaktian luar biasa, karena menolak pembangunan rel, semua pekerja dan penjajah dibunuh dan dimasukkan ke dalam
ruangan yang juga berada di Sentong Tengah," ungkap Blasius.
Sementara itu rumor lainnya, di dalam kamar itu ada sebuah batu besar atau semacam situs serta benda pusaka lain. Sujud Pribadi membantah rumor itu. Menurutnya tak ada apa-apa di kamar 5x5 meter itu. "Tidak ada apa-apa, hanya tempat tidur lengkap, seperti layaknya kamar," kata Sujud Pribadi.
Berdasarkan sejarah, Kadipaten Malang kini disebut Kabupaten Malang dulunya merupakan daerah kekuasaan Kadipaten Pasuruan. Pengembangan wilayah menjadikan Kabupaten Malang berdiri sendiri dengan pemimpin dari Kadipaten Pasuruan.
Pada masa kolonial Gubernur Jenderal berada di Semarang yang membawahi wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan di tahun 1819 Gubernur Jenderal Hindia memberikan wilayah Kabupaten Malang kepada Adipati Raden Tumenggung Notohadiningrat I.
Adipati ini merupakan keturunan dari Pakubuwono yang menjabat sebagai Raja Mataram Islam di wilayah Jogyakarta atau Solo. Sebagai keturunan dari Mataram Islam, pembangunan pendopo serta rumah dinas mengadopsi dari Mataram Islam. Ditunjukkan dengan arsitektur serta miniatur bangunan sama persis.
Sumber: detik.com
Ritual turun temurun itu berlanjut hingga saat ini. Saat ini hanya Bupati Sujud Pribadi yang masuk ke kamar tersebut. Banyak orang yang bertanya-tanya, apa sebenarnya isi kamar yang selalu tertutup rapat tersebut.
Menurut Dosen Sejarah Universitas Negeri Malang, Blasius di ruang yang sampai kini menjadi ruang rahasia. Konon ruangan itu menjadi tempat kuburan mayat para pekerja di zaman kolonial yang akan membangun jalur rel kereta.
Pada masa kolonial, akan dibangun jalur rel kereta mulai dari Singosari hingga kawasan Janti. Jalur rel itu sendiri bakal membelah kompleks pendopo serta rumah dinas atau kediaman dari adipati sendiri.
Mengetahui itu adipati yang memimpin masa itu, melakukan perlawanan dan membunuh semua pekerja, termasuk bangsa penjajah yang membuat jalur rel. Mayat-mayat mereka dimasukkan ke dalam ruangan itu.
"Adipati pada masa itu mempunyai kesaktian luar biasa, karena menolak pembangunan rel, semua pekerja dan penjajah dibunuh dan dimasukkan ke dalam
ruangan yang juga berada di Sentong Tengah," ungkap Blasius.
Sementara itu rumor lainnya, di dalam kamar itu ada sebuah batu besar atau semacam situs serta benda pusaka lain. Sujud Pribadi membantah rumor itu. Menurutnya tak ada apa-apa di kamar 5x5 meter itu. "Tidak ada apa-apa, hanya tempat tidur lengkap, seperti layaknya kamar," kata Sujud Pribadi.
Berdasarkan sejarah, Kadipaten Malang kini disebut Kabupaten Malang dulunya merupakan daerah kekuasaan Kadipaten Pasuruan. Pengembangan wilayah menjadikan Kabupaten Malang berdiri sendiri dengan pemimpin dari Kadipaten Pasuruan.
Pada masa kolonial Gubernur Jenderal berada di Semarang yang membawahi wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan di tahun 1819 Gubernur Jenderal Hindia memberikan wilayah Kabupaten Malang kepada Adipati Raden Tumenggung Notohadiningrat I.
Adipati ini merupakan keturunan dari Pakubuwono yang menjabat sebagai Raja Mataram Islam di wilayah Jogyakarta atau Solo. Sebagai keturunan dari Mataram Islam, pembangunan pendopo serta rumah dinas mengadopsi dari Mataram Islam. Ditunjukkan dengan arsitektur serta miniatur bangunan sama persis.
Sumber: detik.com
No comments:
Post a Comment