Friday, October 22, 2010

Indonesia Pusat Dunia, kata Profesor Oxford Stephen Oppenheimer

Belakangan ini nama Indonesia dalam kaitannya dengan sejarah peradaban dunia telah disebut-sebut Arysio Santos yang menulis Atlantis: The Lost Continent. Kini Indonesia juga jadi pusat perhatian profesor Oxford Stephen Oppenheimer yang menyatakan, Indonesia dan kawasan Asia Tenggara diduga menjadi pusat dunia pada akhir Zaman Es. Ia mencoba menelusurinya lewat asal usul bahasa manusia modern.
Dalam bukunya Eden in The East setebal 814 halaman itu, Oppenheimer berteori kalau bahasa manusia modern berawal dari kawasan Asia Tenggara. Saat benua Sundaland tenggelam ketika es mencair, para penduduk Sundaland yaitu Indonesia dan sekitarnya berimigrasi ke berbagai belahan dunia.

Mereka bertebaran di muka bumi 8.000-6.000 tahun lalu. Para penduduk Sundaland membawa bahasa mereka yang kemudian berkembang menjadi bahasa-bahasa dunia yang ada sekarang.

Oppenheimer mengatakan, ada semacam anomali dalam pohon percabangan kelompok bahasa di dunia, dan itulah kelompok bahasa Austronesia. Inilah bahasanya orang Indonesia dan orang Oseania. Ada garis tegas yang membedakan bahasa mereka dengan bahasa di belahan dunia lain.

Diduga, inilah bahasa purba yang tetap lestari sampai hari ini, ilmuwan menyebutnya Paleo-Hesperonesia. Menurut ilmuwan, ada 30 bahasa di Indonesia dan juga Malaysia yang masuk keluarga ini.

Di Indonesia misalnya, ada bahasa-bahasa yang ilmuwan pun bingung memasukkan mereka ke kelompok mana. Hanya faktor geografis yang membuat mereka masuk keluarga Austronesia.

Sebut saja bahasa Gayo, Batak, Nias, Mentawai, Enggano. Ilmuwan enggan memasukkan mereka ke keluarga bahasa Melayu karena memang berbeda. Bahasa Dayak Kayan, Kenyah dan Mahakam di Kalimantan juga berbeda. Sementara di Indonesia timur ada Bajo yang juga unik di Laut Sulu, Filipina Selatan.

Mereka ini adalah para petualang. Sebut saja orang Bajo yang gemar berlayar ke Flores, sehingga ada daerah bernama Labuhan Bajo. Oppenheimer menilai, ketika bangsa-bangsa dari kawasan ini menyebar, bahasa mereka pun berubah. Namun bahasa di tempat asal mereka tetap lestari sampai hari ini.

Penelitian Oppenheimer ini tentu menguatkan penelitian Arysio Santos yang menulis Atlantis: The Lost Continent. Walaupun, Oppenheimer memiliki teori sendiri yang sama sekali berbeda. Namun dia mencapai kesimpulan yang sama soal pentingnya Indonesia di akhir Zaman Es.

sumber: detik.com

Wednesday, October 20, 2010

Sentong Tengah di Rumah Dinas Bupati Malang

Sudah sejak zaman dulu sebuah kamar di sebuah rumah yang kini menjadi rumah dinas bupati Malang dianggap sakral. Orang lain tidak berani memasukinya, dan itu terjadi sejak masa adipati pertama. Hanya adipati sendiri yang diperbolehkan menggunakan ruangan disebut Sentong Tengah itu. Bagaimana kesakralannya?
Ritual turun temurun itu berlanjut hingga saat ini. Saat ini hanya Bupati Sujud Pribadi yang masuk ke kamar tersebut. Banyak orang yang bertanya-tanya, apa sebenarnya isi kamar yang selalu tertutup rapat tersebut.

Menurut Dosen Sejarah Universitas Negeri Malang, Blasius di ruang yang sampai kini menjadi ruang rahasia. Konon ruangan itu menjadi tempat kuburan mayat para pekerja di zaman kolonial yang akan membangun jalur rel kereta.

Pada masa kolonial, akan dibangun jalur rel kereta mulai dari Singosari hingga kawasan Janti. Jalur rel itu sendiri bakal membelah kompleks pendopo serta rumah dinas atau kediaman dari adipati sendiri.

Mengetahui itu adipati yang memimpin masa itu, melakukan perlawanan dan membunuh semua pekerja, termasuk bangsa penjajah yang membuat jalur rel. Mayat-mayat mereka dimasukkan ke dalam ruangan itu.

"Adipati pada masa itu mempunyai kesaktian luar biasa, karena menolak pembangunan rel, semua pekerja dan penjajah dibunuh dan dimasukkan ke dalam
ruangan yang juga berada di Sentong Tengah," ungkap Blasius.

Sementara itu rumor lainnya, di dalam kamar itu ada sebuah batu besar atau semacam situs serta benda pusaka lain. Sujud Pribadi membantah rumor itu. Menurutnya tak ada apa-apa di kamar 5x5 meter itu. "Tidak ada apa-apa, hanya tempat tidur lengkap, seperti layaknya kamar," kata Sujud Pribadi.

Berdasarkan sejarah, Kadipaten Malang kini disebut Kabupaten Malang dulunya merupakan daerah kekuasaan Kadipaten Pasuruan. Pengembangan wilayah menjadikan Kabupaten Malang berdiri sendiri dengan pemimpin dari Kadipaten Pasuruan.

Pada masa kolonial Gubernur Jenderal berada di Semarang yang membawahi wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan di tahun 1819 Gubernur Jenderal Hindia memberikan wilayah Kabupaten Malang kepada Adipati Raden Tumenggung Notohadiningrat I.

Adipati ini merupakan keturunan dari Pakubuwono yang menjabat sebagai Raja Mataram Islam di wilayah Jogyakarta atau Solo. Sebagai keturunan dari Mataram Islam, pembangunan pendopo serta rumah dinas mengadopsi dari Mataram Islam. Ditunjukkan dengan arsitektur serta miniatur bangunan sama persis.

Sumber: detik.com

Monday, October 18, 2010

Klenteng Mbah Ratu di Surabaya: Laksamana Cheng Hoo - Sam Poo Tay Djien

foto: hurek.blogspot.com
Di Surabaya Utara, Tak jauh dari Pelabuhan Tanjung Perak, terdapat sebuah tempat pemujaan bernuansa China yang mengandung unsur-unsur Jawa juga. Namanya Klenteng Mbah Ratu. Seperti apa sih klenteng ini? 

Laksamana Cheng Hoo alias Zheng He [1371-1435] memang pemimpin yang luar biasa. Laksamana asal Tiongkok yang berlayar keliling dunia pada 1405 ini bisa diterima di mana-mana. Namanya pun harum di Kota Surabaya.

Di kalangan umat Islam Tionghoa, nama Cheng Hoo diabadikan sebagai nama masjid di Jalan Gading 2 Surabaya. Masjid Cheng Hoo. Warga keturunan Tionghoa yang lain bikin sebuah kelenteng di Jalan Demak 380 Surabaya. Namanya Kelenteng Sam Poo Tay Djien.

Yang menarik, sejumlah masyarakat Jawa, agamanya macam-macam, juga secara rutin datang ke Kelenteng Sam Poo Tay Djien setiap malam Jumat Legi. Ada upacara tumpengan serta ritual khas Jawa. Dulu, sebelum krisis moneter, ada wayang kulit semalam suntuk di tempat ibadat Tridharma itu.

Artinya, Laksamana Cheng Hoo ini memang milik bersama umat Islam (Tionghoa), karena berjasa menyebarkan agama Islam di Nusantara, kemudian dihormati warga Tionghoa yang bukan Islam, serta juga dihargai orang Jawa. Luar biasa?

Nah, jejak pelayaran panjang Laksamana Cheng Hoo diabadikan di Kelenteng Sam Poo Tay Djien, yang oleh orang Surabaya lebih dikenal dengan sebutan Kelenteng Mbah Ratu. Percaya atau tidak, terserah. Yang jelas, para pengurus kelenteng di dekat Pelabuhan Tanjung Perak ini tak melupakan kisah tutur yang telah berusia enam abad itu.

Go Ka Bok, pengurus Kelenteng Mbah Ratu, menegaskan bahwa sejarah kelenteng ini terkait erat dengan ekspedisi Laksamana Cheng Hoo. Alkisah, sekitar 600 tahun lalu, ada sebuah kayu dengan panjang sembilan meter, diameter 40 sentimeter, terdampar di perairan Tanjung Perak Surabaya.

Warga sekitar berusaha menghanyutkan kayu itu ke laut. Namun, usaha mereka sia-sia. Kayu itu selalu kembali dan kembali lagi ke tepi pantai. Kejadian itu membuat warga meyakini kalau kayu itu bukan kayu biasa. Pastilah kayu ajaib! Maka, warga menyebutnya KAYU AJI.

Kayu aji itu kemudian dikurung di sebuah perempatan jalan, dekat Tanjung Perak. Tempat itu kemudian dikenal dengan sebutan Prapat Kurung. Menurut Ga Ka Bok, yang mendengar cerita ini secara turun-temurun, kayu tersebut diyakini sebagai salah satu puing kapal milik Laksamana Cheng Hoo.

Nah, di Prapat Kurung itulah dibangun sebuah kelenteng. Tempat untuk memuja sekaligus mengenang jasa-jasa Laksamana Cheng Hoo. Kelenteng alias kuil itu diberi nama Sam Poo Tay Djien. "Sam Poo Tay Djien itu merupakan nama lain Sam Poo Kong atau Laksamana Cheng Hoo," jelas Go Ka Bok.

Mengapa penduduk begitu menghargai Sam Poo Tay Djien? Tak lain dia seorang pelaut hebat. Laksamana yang dicari tandingannya. Cheng Hoo memimpin ratusan kapal, dengan 27.800 awak, yang berlayar dari Tiongkok ke Afrika hingga keliling Asia Tenggara sebanyak tujuh kali. Ekspedisi besar-besaran ini berlangsung selama 28 tahun [1405-1433].

Di Nusantara -- Indonesia belum ada, bahkan Belanda pun belum datang - rute perjalanan Cheng Hoo dimulai dari Tanjung Priok, Cirebon, Semarang, Tuban, Gresik, Surabaya, kemudian jalan kaki menuju pusat Kerajaan Majapahit di Trowulan [Mojokerto sekarang].

Selama berada di Nusantara, Cheng Hoo mengajarkan aneka keterampilan, mulai dari pertanian, peternakan, pertukangan, perikanan, hingga ajaran Islam. Hal ini membuat penduduk sangat menghormatinya. Gelar MBAH RATU pun disandang Laksamana Cheng Hoo.

“Ada bukti dari legenda Laksamana Sam Poo Tay Djien di sini. Yakni, kayu aji dan jangkar kapal Laksamana Sam Poo Tay Djien. Semuanya masih tersimpan dengan baik,” tutur Go Ka Bok.

Dulu, ada miniatur kapal Cheng Hoo alias Sam Poo Tay Djien di kelenteng ini. Namun, ketika bangunan kelenteng direlokasi dari Prapat Kurung ke Jalan Demak 380, miniatur ini ditiadakan. Sebab, kapal tiruan itu terlalu besar dan makan tempat.

Selain Kelenteng Sam Poo Tay Djien di Surabaya, ada juga kelenteng serupa di Semarang. Sama-sama dibangun untuk menghormati Laksamana Cheng Hoo. “Menurut cerita, Laksamana Cheng Hoo pertama kali berlabuh di Semarang,” jelas Go Kak Bok yang berusia 76 tahun ini.

Kombinasi, sinkretisme, kolaborasi [atau apa pun namanya] tradisi Tionghoa dan Jawa terasa kental di Kelenteng Sam Poo Tay Djien alias Kelenteng Mbah Ratu. Ada altar dan patung-patung khas Tridharma, tapi ada juga tungku kecil untuk pembakaran dupa dan wadah untuk sesajen. Pada malam Jumat Legi, asap hio Tionghoa dan dupa Jawa berbaur menjadi satu.

Setiap tanggal 29 bulan 11 Imlek, jemaat kelenteng ini merayakan hari jadi Sam Poo Tay Djien alias Laksamana Cheng Hoo. Rata-rata 800 sampai seribu orang mengikuti perayaan ulang tahun sang laksamana kawakan dari Dinasti Ming itu.

Biasanya, kelenteng dihiasi pernak-pernik meriah dan sesaji untuk dewa. Tidak lupa batang tebu yang masih lengkap dengan daunnya. Ada juga mi sebagai simbol umur panjang dan telur sebagai simbol kesuburan.

“Tebu itu simbol agar kita selalu mengalami yang manis-manis, dapat rezeki, kesehatan, kebahagiaan,” jelas Go Ka Bok.

Kelenteng Sam Poo Tay Djien alias Kelenteng Mbah Ratu membuktikan bahwa akulturasi budaya Tionghoa, Islam, dan Kejawen [Jawa] sudah berlangsung sangat lama.

Sumber: hurek.blogspot.com

Trowulan, Jejak Majapahit yang Tersisa

Foto: Kompas
Prabu Hayam Wuruk dan Patih Gajahmada kita kenal sejak di bangku sekolah dasar. Mereka identik dengan kerajaan besar Majapahit. Peradaban Majapahit berkembang lebih dari 200 tahun, mulai berdiri tahun 1293 dan diperkirakan runtuh tahun 1521 Masehi. Jejak sejarah Majapahit bisa Anda ditelusuri di Trowulan, Jawa Timur.  Tulisan ini saya cuplik dari artikel media cetak Kompas.

Trowulan jauhnya 60 kilometer barat daya Kota Surabaya, ditengarai sebagai  ibu kota kerajaan saat Majapahit mencapai puncak kejayaan. Pada areal 11 kilometer x 9 kilometer, sebagaimana yang pernah diteliti Nurhadi Rangkuti, telah ditemukan sedikitnya 32 kanal, satu kolam seluas lebih kurang 6,5 hektar, serta dua pintu gerbang; Gapura Bajangratu dan Gapura Wringin Lawang. Selain itu, ditemukan permukiman dan pendapa kuno, candi Hindu dan Buddha, seperti Candi Brahu, Candi Tikus, dan Candi Gentong.
Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Hari Untoro Dradjat mengatakan, Situs Trowulan merupakan satu-satunya peninggalan purbakala berbentuk kota dari era kerajaan-kerajaan kuno di masa klasik Nusantara, dari abad V sampai XV Masehi.
”Sebagai bekas kota, di Situs Trowulan dapat dijumpai ratusan ribu peninggalan arkeologis baik berupa artefak, ekofak, serta fitur,” katanya.
Situs bekas kota Kerajaan Majapahit ini dibangun di sebuah dataran yang merupakan ujung penghabisan dari tiga jajaran gunung, yaitu Gunung Penanggungan, Welirang, dan Anjasamara.
Mundardjito mengatakan, dari kerajaan lain yang tersisa hanya candi-candi atau prasasti.
Jika Yunani memiliki Acropolis di Athena, Italia menyimpan reruntuhan Pompeii, Kamboja bangga dengan Angkor Wat, dan Peru masih setia merawat Machu Picchu, Indonesia hanya memiliki Trowulan yang hingga saat ini pun belum tergali sempurna.
Menurut data, penelitian terhadap Situs Trowulan pertama kali dilakukan oleh Wardenaar pada tahun 1815. Ia mendapat tugas dari Raffles untuk mengadakan pencatatan arkeologis di daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut dicantumkan oleh Raffles dalam bukunya, History of Jawa (1817), yang menyebutkan berbagai obyek arkeologis yang berada di Trowulan sebagai peninggalan dari Kerajaan Majapahit.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh WR van Hovell (1849), JVG Brumund, dan Jonathan Rigg. Kemudian RDM Verbeek (1889), RAA Kromodjojo Adinegoro seorang Bupati Mojokerto (1849-1916), J Knebel (1907), dan kemudian Henry Maclaine Pont (1921-1924).
Hasil penggalian di Situs Trowulan menunjukkan bahwa sebagai tempat terakumulasinya aneka jenis benda yang biasa disebut kota ini tidak hanya berupa situs tempat tinggal saja, tetapi juga terdapat situs-situs lain, seperti situs upacara, situs agama, situs bangunan suci, situs industri, situs perjagalan, situs makam, situs sawah, situs pasar, situs kanal, dan situs waduk. Situs-situs ini membagi suatu kota dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil dengan tembok keliling blok-blok segi empat dan diikat oleh jaringan jalan.
”Pada tahun 1981 keberadaan kanal-kanal dan waduk-waduk di Situs Trowulan semakin pasti diketahui melalui studi foto udara yang ditunjang oleh pengamatan di lapangan dengan pendugaan geoelektrik dan geomagnetik. Hasil penelitian kerjasama Bakosurtanal dengan Ditlinbinjarah, UGM, ITB, dan Lapan itu diketahui bahwa Situs Trowulan berada di ujung kipas aluvial vulkanik yang sangat luas, memiliki permukaan tanah yang landai dan baik sekali bagi tata guna tanah,” kata peneliti Nurhadi Rangkuti.
Hal yang menarik, sebagian besar situs-situs di Trowulan dikelilingi oleh kanal-kanal yang saling berpotongan, membentuk sebuah denah segi empat yang luas, dibagi lagi oleh beberapa bidang segi empat yang lebih kecil lagi.

Sunday, October 17, 2010

Kenapa Donat Berlubang

Bila Anda penggemar kue donat, kurang mantap rasanya bila tak mengetahui asal-usul kenapa donat harus berlubang di bagian tengah.

Ternyata, dahulu ada seorang nahkoda asal Denmark bernama Hanson Gregory yang ingin dibuatkan kue yang cocok untuk dibawa berlayar. Seperti kamu ketahui bahwa di laut saat ombak besar tentu kapal beserta isinya akan bergoyang-goyang.

Akhirnya sang nakhoda mendapatkan bentuk kue yang cocok untuk konsidi tersebut. Yaitu kue yang bagian tengahnya berlubang, sehingga dia bisa meletakkannya di sisi roda kemudi. Kamu pasti juga bagaimana bentuk kemudi kapan laut kan?

Nah dengan "menancapkan" kue itu di kemudi, sang nakhoda tidak perlu lagi khawatir kuenya akan berceceran saat kapal menghadapi ombak besar.

Namun benarkah cerita itu? Donat adalah kue yang dibuat dengan cara di goreng diatas minyak (seperti halnya ibu kamu membuat pisang goreng) Bahan baku donat adalah seperti halnya roti yaitu diberi ragi supaya bisa "mengembang".

Nah jadi saat adonan donat itu digoreng, akan mengembang dan "menggelembung" ke segala arah. Satu-satunya cara supaya bentuk kue itu nantinya bundar pipih (bukan bulat) adalah dengan cara memberi lubang di bagian tengahnya (seperti halnya ban dalam).

Cara membuat lubang pada donat pun bisa dengan cara tradisional, yaitu membuat adonan berupa silinder panjang yang kemudian di satukan ujung-ujungnya, atau dengan cara moderen dengan sebuah cetakan yang sudah berlubang di bagian tengahnya.

sumber:
info-unik-dunia.blogspot.com

Saturday, October 16, 2010

Asal-usul Orang Terunyan di Bali

foto: tintin1868.multiply.com
Terunyan, di Bali dikenal dengan mayat-mayatnya yang tidak dikubur, namun tidak berbau. Bagaimana sejarah Orang Terunyan?

Orang Terunyan disebut orang Bali Aga, Bali Mula, atau Bali Turunan. Bali Aga artinya orang Bali Pegunungan, Bali Mula berarti Bali Asli. Nama Bali Aga diperoleh dari penduduk Bali lainnya, Bali Hindu yakni penduduk mayoritas di Pulau Bali. Bali Hindu adalah entitas kaum yang terkena pengaruh kebudayaan Jawa Majapahit.

Menurut Perbekel (Kepala Desa) Terunyan Ketut Sutapa (42),warga setempat lebih suka dengan sebutan Bali Turunan karena mereka percaya leluhur mereka ”turun” dari langit ke Bumi Terunyan.
Sebuah mitos (dongeng suci) tentang asal-usul penduduk Terunyan menguatkan kepercayaan itu.

Seperti dituturkan oleh Sutapa, leluhur perempuan mereka adalah seorang dewi yang turun ke desa itu. Rahim dewi ini dibuahi oleh Sang Surya hingga melahirkan anak kembar, salah satunya perempuan. ”Anak perempuan itu lalu kawin dengan seorang putra Raja Jawa (disebut Putra Dalem Solo). Raja itu datang ke Terunyan karena tertarik dengan bau harum yang dipancarkan sebatang pohon menyan yang tumbuh di desa ini. Dari dua insan itulah warga Terunyan berasal,” kata Sutapa.

Mitos itulah yang menerangkan asal-usul nama desa itu, sekaligus inti kepercayaan masyarakat Terunyan (Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali, Danandjaja, 1980).

Perihal keberadaan desa itu, para arkeolog memperkirakan Terunyan sudah ada sejak abad X Masehi. Dari prasasti Trunyan AI, misalnya, terekam adanya tulisan tahun 833 Saka yang menerangkan izin pembangunan satu kuil untuk Batara Da Tonta yang tidak lain adalah Ratu Sakti Pancering Jagat. Di Pura Terunyan, Ratu Sakti Pancering Jagat berupa batu raksasa setinggi sekitar 4 meter. Menurut arkeolog R Goris, batu itu adalah hasil seni patung gaya megalitik.

Danandjaja juga menyebut sejumlah alat batu paleolitik, seperti kapak perimbas, proto kapak genggam, kapak berimbas berpuncak, dan kapak berimbas pipih, dan itu semua pernah ditemukan ahli ilmu prasejarah RP Soejono sewaktu ia menjabat Kepala Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Cabang II Bedulu, Gianyar, Bali, tahun 1970-an. RP Soejono memperkirakan artefak berasal dari zaman Pleistosen Bawah (kira-kira 300.000 tahun lalu).

Dari sisi kehidupan religi, religiositas warga Terunyan dapatlah disebut sebagai sebuah versi berbeda dari Hindu pada umumnya di Bali. Dari luar memang terlihat adanya tata cara Hindu Bali, mulai dari bentuk pura. Namun, dewa yang dipuja adalah dewa-dewa asli Terunyan, terutama Ratu Sakti Pancering Jagat dan Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar. Warga Terunyan tak mengenal dewa-dewa yang berasal dari Hindu India, seperti Syiwa, Wishnu, dan Brahma.

Seperti diungkapkan Sutapa, ritual-ritual keagamaan di Terunyan berbeda dengan penganut Hindu di Bali. Salah satu contoh adalah ritual Nyepi. ”Pada hari Nyepi kami beraktivitas seperti biasa, memasak, bercengkerama, juga menyalakan listrik atau lampu,” kata Sutapa.

Ketika Nyepi malam hari, lampu-lampu penerangan warga Terunyan yang terletak di lembah timur Gunung Batur bak kunang-kunang yang berkedip jika dilihat dari Penelokan, sisi selatan Batur. Sebab, hampir seluruh Bali saat itu praktis tanpa penerangan.

Dari sekian pandangan, cara hidup, hingga ritual yang dilakukan warga Terunyan, cara pemakaman warga yang meninggal boleh dikatakan paling diingat orang tentang desa itu.

Warga setempat tidak mengebumikan atau membakar anggota komunitasnya yang meninggal dunia, tapi meletakkannya saja di atas tanah, di bawah udara terbuka. Adat pemakaman ini disebut mepasah. Ada tiga jenis pemakaman: sema wayah (bagi warga yang menikah dan meninggal secara wajar), sema nguda (untuk warga yang masih bujangan dan meninggal wajar), dan sema bantas (tempat pemakaman bagi mereka yang meninggal tidak wajar/salah pati). Sema bantas adalah mengubur jasad.
Cara pemakaman itu menjadi daya tarik bagi turis yang luar biasa sejak era 1970-an. Menurut salah satu pemandu wisata di Terunyan, Nengah Kama (34), desa itu pernah dikunjungi 1.000 turis dalam sehari.

Terdapat sembilan jasad yang diletakkan di sema wayah. Sebuah pohon kemenyan raksasa melingkupi pemakaman itu. Salah satu jasad masih berumur 20 hari. Mereka diletakkan dengan ditutupi kain kafan putih, ditutupi dengan tatanan irisan bambu. Tidak ada bau menyengat di area makam itu.

Danandjaja menyebut tradisi mepasah merupakan tradisi pra-Hindu, ditemukan di desa Bali Aga lain di Bali, seperti Sembiran di Kabupaten Buleleng dan Tenganan (Karangasem). Sejarawan Soekmono mencatat, tradisi itu pernah hidup di Prambanan (perbatasan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah sekarang) sebelum abad XIX.

Masyarakat Terunyan tak ingin disebut primitif, tapi lapang dada jika dibilang konservatif. Dan, tanpa lelah mereka berusaha mempertahankan entitas dan tradisi Bali Turunan.

sumber: cuplikan dari harian kompas

Simbol Pria dan Wanita, Berasal dari Mana

Kita sudah tahu, ini adalah lambang jenis kelamin lelaki dan wanita. Tapi kenapa sih simbolnya seperti itu? Apa arti yang terkandung pada simbol itu? Bagaimana sejarahnya?
Keberadaan simbol itu sudah cukup lama. Dalam dunia Ilmu pengetahuan saja, lambang ini untuk pertamakalinya dipakai pada tahun 1753 oleh Pengarang buku Species Plantarum. Sebelumnya simbol-simbol yang menyatakan laki dan perempuan ini ditemukan pada peninggalan-peninggalan kuno pada jaman prasejarah.

Sebelum ada tulisan, bangsa-bangsa prasejarah menggunakan gambar dan simbol untuk “berkomunikasi”. Para ahli mencoba untuk mencari hubungan mengapa simbol tersebut yang digunakan untuk menunjukkan laki dan perempuan.

Ada yang berpendapat tanda lingkaran dan panah menunjukkan bahwa laki-laki saat itu memang dikenal sebagai pemburu yang bersenjatakan tombak, sementara simbol lingkaran dengan tanda silang dibawahnya, sebagai penggambaran perempuan, menunjukkan bahwa wanita memiliki kecenderungan bercermin (lambang itu dianalogikan sebagai cermin bergagang).

Namun ada juga yang menyebutkan bahwa simbol-simbol itu telah mengalamai perubahan sejak lama, yang diturunkan dari bentuk fisik manusia laki-laki dan perempuan.

Oh ya simbol ini juga digunakan sebagai simbol planet di tata surya kita, yaitu untuk Mars dan Venus yang selanjutnya juga dikenal : Mars sebagai gambaran laki-laki, dan Venus untuk Perempuan.


Disarikan dari:

20 Kisah Kebetulan yang Unik di Zaman Dulu

Kisah-kisah kebetulan yang aneh dan unik yang terkenal ini bukan fiksi. Ini sungguhan. Terserah, Ada maknai apa semua ini. Inilah 20 kisah itu:

1. Pada tahun 1979, majalah German - Das Besteran – mengadakan lomba mengarang.
Para penulis harus mengirimkan cerita yang tidak biasa, tapi harus berdasarkan kisah nyata. Pemenangnya, Walter Kellner dari Munich, akhirnya memenangkan lomba itu dan ceritanya dimuat. Ia menulis tentang saat ia menerbangkan pesawat Cessna 421 antara Sardinia dan Sicily. Pesawatnya mengalami masalah di laut, mendarat di atas air, akhirnya ia terapung-apung dgn pelampung darurat cukup lama sebelum akhirnya diselamatkan. Cerita ini tak sengaja dibaca oleh seorang warga Austria, yang namanya juga Walter Kellner, yang menuduh si Kellner dari Jerman telah menjiplak ceritanya. Kellner dari Austria mengatakan bahwa ia menerbangkan pesawat Cessna 421 melewati laut yang sama, mengalami masalah mesin, dan akhirnya harus mendarat di Sardinia. Jadi intinya, itu cerita yang sama, tapi dengan akhir yang berbeda.

Majalah tersebut mengecek kebenaran cerita mereka berdua, dan dua2nya ternyata benar, bahkan nyaris sama persis.

2. Pada 28 Juli 1900, Raja Italia Umberto I makan malam di sebuah restoran di kota Monza. Ternyata si pemilik restoran wajahnya sama persis dengan raja. Nama pemilik restoran itu juga Umberto, dan nama istrinya juga sama dengan nama ratu, bahkan restoran itu dibuka pada tanggal yang sama dengan pelantikan raja.
Si pemilik restoran Umberto mati tertembak keesokan harinya. Begitu pula Raja Umberto.

3. Claude Volbonne membunuh Baron Rodemire de Tarazone dari Perancis pada tahun 1872. 21 tahun sebelumnya, ayah Baron telah dibunuh juga oleh seseorang yang lain yg juga bernama Claude Volbonne

4. Pada 13 February 1746, seorang Perancis, Jean Marie Dubarry, dieksekusi karena telah membunuh ayahnya.
Tepat 100 tahun kemudian, tanggal 13 February 13, seorang Perancis juga, yang juga bernama Jean Marie Dubarry, dieksekusi – juga karena membunuh ayahnya.

5. Pada tanggal 26 November 1911, tiga orang pria dihukum gantung di Greenberry Hill di London setelah terbukti bersalah atas pembunuhan Sir Edmund Berry. Nama mereka bertiga antara lain Green, Berry dan Hill.

6. Aktor asal British Anthony Hopkins senang sekali saat ia mendapatkan peran utama dalam film yang berdasarkan sebuah buku berjudul The Girl From Petrovka yang ditulis George Feifer. Beberapa hari setelah menandatangani kontrak, Hopkins pergi ke London untuk membeli buku tersebut. Ia mencoba beberapa toko buku tetapi tidak ada yang menjualnya. Saat menunggu kereta pulang di Leicester Square, ia melihat ada sebuah buku yang tergeletak begitu saja di kursi tunggu. Ajaibnya, ternyata itu buku The Girl From Petrovka. Ternyata kebetulan itu tidak sampai di situ saja.

Dua tahun kemudian, saat sedang syuting film di Vienna, Hopkins dikunjungi oleh George Feifer, pengarang buku tersebut.

Feifer menyebutkan bahwa ia kehilangan buku miliknya sendiri. Ia meminjamkan buku miliknya – dengan beberapa catatan tulisan tangannya sendiri – kepada temannya, yang kemudian kehilangan buku itu di suatu tempat di London. Dengan terheran-heran, Hopkins memberikan Feifer buku yang ia temukan. 'Ini bukunya?' tanyanya, 'dengan catatan di pinggiran halamannya?' Itu buku yang sama.

7. Seorang petugas Inggris, Major Summerford, ketika sedang bertempur di daerah Flanders pada February 1918 terjatuh dari kudanya karena tersambar petir dan ia menjadi lumpuh dari pinggang ke bawah. Summerford pensiun dan pindah ke Vancouver.
Satu hari pada tahun 1924, saat ia memancing di pinggir sungai, sebuah petir menyambar pohon di mana ia sedang duduk dan melumpuhkan tubuh bagian kanannya. Dua tahun kemudian Summerford sudah cukup pulih dan sudah bisa berjalan-jalan di taman. Dan ia sedang berjalan2 di taman itu di musim panas pada tahun 1930 saat sebuah petir kembali menyambarnya, dan akhirnya melumpuhkannya secara permanen. Ia meninggal dua tahun kemudian. Tetapi petir nampaknya belum puas dan masih mengejarnya. Empat tahun kemudian, saat badai, petir menyambar kuburan dan menghancurkan sebuah batu nisan. Siapa yang terkubur di bawah nisan itu? Major Summerford

8. Pada tahun 1899 sebuah petir membunuh seorang pria saat ia berdiri di halaman belakangnya di Taranto, Italy. 30 tahun kemudian, anaknya mati dengan cara yang sama di tempat yang sama. Pada 8 October 1949, Rolla Primarda, cucu dari korban pertama dan anak dari korban kedua, menjadi korban yang ketiga.

9. Henry Ziegland mengira ia sudah berhasil menghindar dari takdirnya. Pada tahun 1883, ia memutuskan hubungan dengan pacarnya.
Karena stress gadis itu kemudian bunuh diri. Kakak laki2 gadis itu sangat marah sehingga ia mengejar Ziegland dan menembaknya.
Pria itu setelah mengira ia telah membunuh Ziegland, menggunakan pistolnya untuk membunuh dirinya sendiri. Tetapi Ziegland belum mati. Peluru tersebut, ternyata hanya menggores wajahnya dan bersarang di sebuah pohon. Ziegland jadi yakin bahwa ia pria yang beruntung.
Tapi beberapa tahun kemudian, Ziegland memutuskan untuk menebang pohon itu, yang masih ada peluru di dalamnya. Tugas itu nampaknya sulit sehingga ia memutuskan untuk meledakkannya dengan beberapa dinamit.
Ledakan itu melontarkan peluru tersebut ke kepala Ziegland dan membunuhnya

10. Cerita tentang kembar identik yang nyaris sama hidup bersama biasanya menakjubkan, tapi mungkin tidak ada yang bisa menyamai cerita dua kembar identik yang lahir di Ohio. Kakak adik kembar itu terpisah saat lahir, diadopsi oleh keluarga yang berbeda.
Meski tak saling mengenal, kedua keluarga yg berbeda sama-sama menamai mereka James. Dan kebetulannya belum berhenti sampai di situ saja. Kedua James tumbuh besar tak saling mengenal, tetapi keduanya mencari pelatihan law-enforcement training, keduanya sama-sama memiliki kemampuan dalam menggambar mekanik dan pertukangan, dan mereka sama-sama menikahi wanita yang bernama Linda.
Mereka berdua punya putra, yang satu dinamai James Alan dan yang satu lagi menamai anaknya James Allan. Kedua kembar itu juga menceraikan istri mereka, dan menikahi wanita lain – yang sama-sama bernama Betty. Dan mereka sama-sama punya anjing yang diberi nama Toy.
Empat puluh tahun setelah mereka terpisah, kedua kembar itu berkumpul kembali, dan kemudian berbagi cerita kehidupan mereka yang ternyata mirip satu sama lain (Source: Reader’s Digest, January 1980)

11. Pada abad 19, penulis horror terkenal, Egdar Allan Poe, menulis sebuah buku berjudul ‘The narrative of Arthur Gordon Pym’.
Buku itu mengisahkan empat orang yang berhasil selamat dari kecelakaan di laut, mereka berada di kapal di laut terbuka berhari-hari sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk membunuh dan memakan petugas kabin yang bernama Richard Parker.
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1884, sebuah kapal, Mignonette, tenggelam. Yang selamat hanya 4 orang, yang berada di kapal kecil berhari-hari. Kemudian diketahui, anggota kru yang lebih senior, membunuh dan memakan petugas kabin.
Nama petugas kabin itu Richard Parker

12. Pada tahun 2002, dua pria bersaudara kembar berumur 70 tahun mati dalam jam yang sama di jalan yang sama tapi kecelakaan yang berbeda di Finlandia.
Kakak kembarnya mati saat ia tertabrak kereta lori saat ia mengendarai sepedanya di Raahe, 600 kilometer dari Helsinki.
Ia mati hanya 1.5 km dari tempat di mana saudaranya dibunuh. “Ini benar-benar kebetulan yang pantas diingat.
Meskipun jalannya cukup padat, tapi kecelakaan tidak terjadi setiap hari,”
Petugas polisi Marja-Leena Huhtala saat diwawancara Reuters mengatakan “Aku jadi merinding saat aku tahu mereka ternyata bersaudara dan kembar identik. Aku jadi berpikir mungkin yang di atas sana punya rencana untuk hal ini.” (Source: BBC News)

13. Joseph Aigner adalah seorang pelukis potret pada abad 19 di Austria yang nampaknya seorang pria yang tidak bahagia.
Ia beberapa kali mencoba bunuh diri. Pertama kalinya, saat berusia 18 tahun ia mencoba gantung diri, tetapi dicegah oleh kehadiran seorang biksu Capuchin yang misterius.
Waktu berusia 22 tahun ia mencoba gantung diri lagi, tetapi ia lagi2 diselamatkan oleh biksu yang sama.
Delapan tahun kemudian, ia diajukan ke tiang gantungan karena kegiatan politiknya.
Sekali lagi, hidupnya diselamatkan oleh campur tangan biksu yang sama. Pada usia 68, Aiger akhirnya berhasil bunuh diri, kali ini menggunakan pistol.
Upacara pemakamannya dipimpin oleh biksu Capuchin yang sama – seorang pria yang bahkan Aiger saja tak pernah tahu namanya. (Source: Ripley’s Giant Book of Believe It or Not!)

14. Pada tahun 1858, Robert Fallon ditembak mati oleh teman-teman main pokernya.
Fallon, menurut mereka, telah memenangkan $600 dengan cara curang. Setelah posisi Fallon kosong dan tak ada satu pemain pun yang bersedia mengambil uang $600 yang penuh kesialan itu, mereka kemudian menemukan pemain baru untuk menggantikan posisi Fallon dan memberikannya uang orang mati $600 tersebut untuk dipertaruhkan.
Saat polisi tiba untuk menyelidiki pembunuhan, pemain baru itu telah melipatgandakan uang $600 jadi $2,200.
Polisi meminta agar $600 yang asli diberikan kepada keturunan Fallon – dan ternyata pemain baru tersebut adalah anak Fallon, yang sudah tak pernah bertemu dengan ayahnya selama 7 tahun! (Source: Ripley’s Giant Book of Believe It or Not

15. Ketika Norman Mailer memulai novelnya Barbary Shore, ia tak berencana menggunakan mata-mata Rusia sebagai karakter dalam novelnya. Namun sembari ia menulis, ia mulai memperkenalkan mata-mata Rusia sebagai karakter kecil. Semakin ia menulis, mata-mata tersebut menjadi karakter yang dominan. Setelah novelnya selesai, U.S. Immigration Service menahan seorang pria yang tinggal satu lantai di atas Mailer di apartemen yang sama.
Ia adalah Colonel Rudolf Abel, yang dicurigai sebagai mata-mata Russian kelas atas yang bekerja di U.S. saat itu. (Source: Science Digest)

16. Pada tahun 1920, tiga orang pria Inggris bepergian menggunakan kereta melalui Peru.
Pada saat mereka berkenalan, hanya ada mereka di ruangan tersebut. Perkenalan mereka tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Pria pertama nama akhirnya Bingham, dan pria kedua nama akhirnya Powell. Pria yang ketiga ternyata bernama Bingham Powell.
Mereka bertiga tidak berhubungan sama sekali.

17. Pada tahun 1975, saat sedang mengendarai motor di Bermuda, seorang pria tak sengaja tertabrak mati sebuah taxi.
Satu tahun kemudian, kakak laki2 dari pria ini mati dengan cara yang sama. Bahkan, ia mengendarai motor yang sama.
Tak hanya itu, ia juga ditabrak oleh pengendara taxi yang sama, bahkan taxi itu sedang membawa penumpang yang sama!

18. Tahun 1950 di kota Nebraska 15 orang anggota paduan suara seharusnya berkumpul di gereja pada jam 7.20, dalam hidupnya mereka jarang sekalit terlambat, bahkan hampir tidak pernah, tp mereka semua datang terlambat pada hari itu karena berbagai alasan, tiba2 saja pada jam 7.25, gereja itu hancur ditabrak pesawat. 15 orang itu selamat secara kebetulan

19. Tahun 1976 seorang bayi jatuh dari lantai 14 dan mendarat tepat dalam pelukan seorang pria inggris yang bernama Joseph Figlock, setahun kemudian seorang bayi kembali jatuh dari lantai yang sama, dan kembali diselamatkan oleh Joseph Figlock

20. Seorang wanita belanda menemukan cincinnya sendiri yang telah lama hilang, dalam kentang yg hendak ia makan, kemungkinan cincin tersebut jatuh ke ladang kentang dan akhirnya berada dalam kentang

Kisah Dewi Sekardadu, Ibunda Sunan Giri

Siapa yang tak kenal Sunan Giri, Salah satu dari Wali Sembilan (Walisongo) Penyebar Islam di tanah Jawa. Tahukah Anda, dari rahim siapa Sunan Giri lahir? Ibunya bernama Dewi Sekardadu, putri asal Blambangan. Kisah hidup Dewi Sekardadu seolah sepahit empedu. Perjuangannya untuk mencari bayinya di tengah laut berbuah petaka. Ia tewas. Konon jasadnya diangkat ikan-ikan laut menuju tepian yang kini dikenal sebagai makamnya. Seperti apa kisah Dewi Sekardadu tersebut? Kisah di bawah ini dituturkan Alpha Savitri di sebuah blog.


Makam Ibunda Sunan Giri, Dewi Sekardadu, jauh dari keramaian. Di sekelilingnya cuma ada laut dan empang. Mungkin sang dewi ingin mengabarkan pada kita bahwa sahabatnya yang abadi adalah ikan, pasir, bakau dan angin laut.

Desa Kepetingan alias Ketingan, Sidoarjo, Jawa Timur, pada hari-hari biasa begitu sunyi. Cuma ada sedikit rumah dengan sedikit orang. Hampir semua wilayah dihuni tambak, pohon dan satwa pantai.

Jika tak hujan, jajaran bakau yang hadir di tepi pantai tampak sangat indah. Burung-burung langka pun, pagi itu sekali-sekali melintas-lintas sambil berkicau. Serangga tak kalah banyak jenisnya, hinggap dan terbang di antara tanaman-tanaman. Angin lumayan kencang, membawa air laut sampai ke wajahku.

Cuma, yang mengganggu setiap kunjunganku adalah tumbuhan enceng gondok yang mulai jenak berdiam dan berkelompok-kelompok di berbagai sudut tepian pantai. Aku ingat, satu kawanku yang pecinta lingkungan pernah bilang kalau hadirnya enceng gondok bisa merupakan ciri telah hadirnya limbah yang mengganggu kesehatan. Oh, tak lama lagi, bila tak ditangani, kelompok-kelompok enceng gondok tersebut akan bersatu. Tidak itu saja, sebenarnya. Aku juga melihat banyak sampah plastik dari bungkus snack dan air mineral tersangkut di antara sulur-sulur enceng gondok. Siapa pun yang membuang sampah tersebut mungkin menyangka semua tempat di bumi ini adalah tong sampah.

Oh ya, untuk mencapai wilayah ini relatif rumit. Aku dan kawan nunut perahu nelayan. Satu setengah jam dari kampung nelayan di Bluru Kidul, Sidoarjo. Nggak bisa lewat jalur darat. Jalan-jalan setapak di kanan kiri berliku dan licin, lebih-lebih bila musim hujan.

Di desa inilah Ibunda Sunan Giri Dewi Sekardadu konon beristirahat sejak abad ke-14. Makamnya cukup megah karena beberapa tahun lalu dipugar Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Ada joglo untuk peristirahatan pengunjung segala. Namun tetap saja, di tengah deru angin kencang yang sesekali membawa air laut, kesan kesunyian dan keterpencilan makam ini kurasakan.

Beberapa penduduk bercerita padaku bahwa kunjungan ke makam ini relatif jarang. “Yang datang biasanya adalah peminat ziarah wali. Atau kalau tidak ya peneliti, atau peminat masalah supranatural,” ujar Haji Waras, pemuka masyarakat.

Angka kunjungan meningkat menjelang upacara nyadran alias petik laut yang diselenggarakan setahun dua kali. Menjelang Ramadan dan Bulan Maulud.

Ternyata beberapa penduduk desa ini yang ngobrol siang itu denganku hapal sejarah makam Dewi Sekardadu, dengan pakem seragam. Bahwa perempuan ini bernasib malang. Dia mencari-cari bayinya di tengah laut namun tidak menemukan. Yang terjadi, dia tewas, lantas digotong ikan-ikan keting (entah apa nama ilmiahnya), untuk didamparkan di tempat ini, yang kini dinamai Desa Ketingan atau Kepetingan.

Putri Blambangan yang Malang

Sekadar mengingatkan, Dewi Sekardadu sesungguhnya adalah putri dari Prabu Menak Sembuyu, Penguasa Kerajaan Blambangan, Banyuwangi pada abad ke-14.

Samadi, juru kunci makam menjelaskan, Blambangan suatu ketika didera wabah penyakit. Dewi Sekardadu sendiri pun sakit. Tabib-tabib terkenal didatangkan namun tak satu pun yang bisa menyembuhkan penyakit, baik Dewi Sekardadu maupun warga desa.

“Raja pun membuat sayembara, barangsiapa bisa menyembuhkan penyakit Dewi Sekardadu, ia berhak menjadi suami sang dewi jelita itu. Namun lagi-lagi tidak ada yang
bisa menyembuhkan. Hingga akhirnya, Prabu Menak Sembuyu bermimpi bahwa yang bisa menyembuhkan putrinya adalah ulama Muslim bernama Syeh Maulana Iskak yang berdiam di sekitar Gresik, Jawa Timur, “beber Samadi.

Maka diutuslah patih kerajaan untuk menemui Syeh Maulana Iskak. Syeh Maulana Iskak pun berangkat ke Tanah Blambangan. “Singkat cerita, Dewi Sekardadu berhasil disembuhkan. Maka, dinikahkanlah Syeh Maulana Iskak dengan Dewi Sekardadu.

Setelah menikah mereka tinggal di Blambangan. Syeh Maulana Iskak sangat disayangi penduduk Blambangan.

Orang-orang kepercayaan raja mengail di air keruh. Mereka juga tidak rela rakyat demikian menyayangi Syeh Maulana Iskak. Intrik demi intrik dilakukan, hingga raja semakin membenci Syeh Maulana Iskak. Bahkan Dewi Sekardadu pun tidak lagi akur dengan suaminya. Syeh Maulana Iskak akhirnya meninggalkan istana untuk berdakwah di tempat lain. Saat itu Dewi Sekardadu hamil tua.

Bayi yang dikandung Dewi Sekardadu lahir tahun 1365 M. Namun bayi tersebut tidak diinginkan para petinggi kerajaan yang haus kekuasaan. Bayi tersebut diculik, ditempatkan di sebuah peti yang kemudian dipaku dan dibuang ke laut. Itu sebabnya bayi tersebut juga dinamai Raden Paku.

Mengetahui anaknya dibuang ke laut, Dewi Sekardadu menceburkan diri, mengejar-ngejar anaknya di laut. Dewi Sekardadu tak bisa mengejar peti yang terapung-apung di laut, lantas meninggal.

Di wilayah Balongdowo Sidoarjo, pada tahun 1365 tersebut, para nelayan sedang mencari ikan dan kerang di laut. Mereka dikejutkan dengan serombongan ikan keting yang ramai-ramai menggotong jasad seorang wanita cantik, yang diyakini Dewi Sekardadu. Jasad yang akhirnya didamparkan ikan-ikan keting di pantai, lantas dikubur secara terhormat oleh warga. Tempat itu akhirnya dinamakan KETINGAN alias KEPETINGAN.

Bagaimana dengan bayi Dewi Sekardadu yang terapung-apung itu? Selamatkah dia? Ternyata bayi tersebut selamat. Seorang penguasaha kapal ikan perempuan mengambil bayi yang kemudian dinamai Raden Paku dan dikenal dengan sebutan Sunan Giri tersebut.

Namun kisah Dewi Sekardadu ini punya banyak versi. Beberapa tempat seperti Gresik dan Lamongan, konon juga diakui sebagai makam Dewi Sekardadu. Entah versi mana yang benar, namun nelayan-nelayan di sini sangat yakin, makam Dewi Sekardadu yang asli ya yang di kampung mereka.


Upacara Nyadran
Makam Ibunda Sunan Giri tersebut, sangat dimuliakan masyarakat nelayan Sidoarjo. Setiap tahun, saat bulan Maulud dan menjelang Ramadhan, upacara terbesar nelayan pesisir Sidoarjo Nyadran atau petik laut dipusatkan di makam ini.

Sekali waktu aku mengikuti Nyadran nelayan Bluru Kidul Sidoarjo, yang terjadi di awal Maret 2010. Sejak pagi para penduduk kampung Bluru Kidul yang sebagian besar kaum nelayan, telah berkumpul di tempat yang biasa mereka pakai sebagai dermaga. Sebagaimana hari raya Idul Fitri, kali ini penduduk pun kulihat berpakaian serba baru. Mereka satu per satu, juga anak-anak naik perahu. Jumlah perahu sekitar 30-an dan beberapa di antaranya berhiaskan hasil bumi seperti sayur dan buah-buahan. Di dalam perahu-perahu itu telah ada tumpeng.

Makam Dewi Sekardadu dipenuhi penduduk yang bergantian untuk nyekar. Puluhan tumpeng dan sesajen dibawa ke dalam masjid. Ayat-ayat Al Quran juga dikumandangkan. Setelah itu, tumpeng pun dibagikan untuk siapa saja yang memerlukan. Beberapa tumpeng memang disediakan untuk dilarung ke laut, dan ini tentu saja dibawa kembali ke dermaga. Penduduk pun kembali naik perahu, beriring-iring menuju tengah laut, tempat melarung tumpeng.

Kebersamaan benar-benar tampak di sini. Even ini ternyata sanggup mempererat tali persaudaraan antarmereka.

Sejak dulu aku senang menjadi saksi upacara-upacara adat, entah itu bersih desa ataupun nyadran. Kegiatan semacam ini memang ada di mana pun di Nusantara kita. Hanya versinya yang beda karena selalu kontekstual dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Kegiatan semacam ini, sepanjang filosofinya diketahui dan pesan-pesan moral terbaiknya diamalkan, bukankah akan membuat dunia kita yang carut marut ini jadi lebih baik? Bukankah Nyadran yang erat kaitannya dengan bersih-bersih ini merupakan kegiatan untuk semakin mendekatkan kita kepada jagat kecil, yakni diri kita, dan jagat besar, yakni semesta ini? Semestinya, kegiatan yang sarat pesan moral dan pastinya ramah lingkungan tersebut tak ada alasan buat ditampik, dicurigai, atau dihujat.

Dalam hati aku juga berharap, makam ini beserta ritual-ritual yang digelar tidak dikomersialisasikan atas nama apa pun, bila itu berpotensi merusak modal sosial, modal spiritual dan budaya masyarakat setempat.

Friday, October 15, 2010

Sejarah / Asal-usul Penemu Ikan Mujair

Ikan mujair yang sangat terkenal gurih tersebut punya asal-usul unik. Nama Mujair sendiri merupakan nama orang yang dianggap sebagai penemunya, berasal dari Blitar. Seperti apa kisahnya? 

Bapak Iwan Dalauk yang akrab dipanggil Mbah Moedjair lahir di Desa Kuningan, 3 Km arah timur pusat Kota Blitar. Dari pasangan Bayan Isman dan Ibu Rubiyah, beliau lahir tahun 1890. Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang masa kecil sampai remaja, karena sudah habis nara sumber yang seangkatan dengan beliau.

Moedjair anak ke-4 dari 9 bersaudara, menikah dengan Partimah Desa Kuningan pada waktu itu. Dari pernikahan ini Moedjair dikaruniai 7 anak, yaitu : Wahanan, Napiyah, Thoyibah, Imam Soepardi, Ismoenir, Djaenuri, Daud. Kesemua anak beliau sekarang sudah meninggal kecuali Ismoenir yang tinggal di Kanigoro Blitar dan Djaenuri yang tinggal di Kencong Jember.

Menurut penuturan Mbah Ismoenir anak ke-5 dari Mbah Moedjair yang masih hidup. Untuk penghasilan sehari-hari, Moedjair dahulu membuka warung sate kambing yang pada zaman tersebut cukup terkenal didaerah Kuningan-Kanigoro. Pelanggan warung sate Moedjair dari berbagai kalangan dan ras, dari tua sampai muda, dari ras jawa sampai ras kuning ( keturunan tionghoa ).

Ada sisi negatif dari perilaku Mbah Moedjair waktu mengalami masa kejayaan warung sate yaitu suka bermain judi. Tetapi dalam berjudi, Mbah Moedjair hanya mau berjudi dengan orang Tionghoa. Beliau tidak mau berjudi dengan orang jawa dan beliau juga mendidik semua anak-anaknya untuk tidak berjudi. Salah satu efek negatif yang ditimbulkan dari kegemaran berjudi itu adalah kehancuran dari bisnis warung sate milik Mbah Moedjair, seperti yang dituturkan oleh Mbah Slamet cucu Mbah Moedjair dari Mbah Wahanan.

Di saat masa-masa terpuruk ini, Mbah Moedjair menjalani laku tirakat dimana setiap tanggal 1 Suro penanggalan jawa, beliau mandi di Pantai Serang tepatnya Blitar Selatan. Awal ritual mandi ini, karena Mbah Moedjair diajak oleh Kepala Desa Papungan (Bapak Muraji),  juga karena beliau bermimpi rambut dan jenggotnya menjadi panjang menyentuh tanah. Pada suatu waktu ketika melakukan ritual mandi ini, Mbah Moedjair menemukan se-ekor ikan yang jumlahnya sangat banyak dan mempunyai keunikan yaitu menyimpan anak didalam mulutnya ketika ada bahaya dan dikeluarkan ketika keadaan sudah aman.

Melihat keunikan ikan ini, Mbah Moedjair berniat mengembangbiakkan dirumahnya didaerah Papungan-Kanigoro-Blitar. Untuk mengambil ikan ini Mbah Moedjair menjaring dengan menggunakan kain Udeng ( ikat kepala ) yang biasa beliau pakai.

Dengan ditemani oleh 2 temannya yaitu Abdullah Iskak dan Umar, Mbah Moedjair membawa ikan ini pulang ke Desa Papungan. Tetapi karena habitat yang berbeda, maka ikan ini mati sewaktu dimasukkan ke air tawar yang berada di halaman rumah Mbah Moedjair di Papungan. Melihat kejadian seperti ini, Mbah Moedjair bukannya putus asa tetapi malah semakin gigih dalam melakukan percobaan dengan satu tujuan Spesies ikan ini dapat hidup di habitat air tawar. Habitat yang sangat berbeda dari aslinya yaitu air laut (asin).

Beliau bolak balik Papungan – Serang yang berjarak 35 Km, berjalan kaki dengan melewati hutan belantara, naik turun bukit dan akses jalan yang sulit serta memakan waktu dua hari dua malam. Di Pantai Serang beliau mengambil spesies ikan ini dengan menggunakan Gentong yang terbuat dari tanah liat. Beliau juga melakukan percobaan dengan mencampurkan air laut yang asin dengan air tawar, terus menerus dengan tingkat konsentrasi air tawar semakin lama semakin lebih banyak dari air laut yang kemudian kedua jenis air yang berbeda ini dapat menyatu. Menurut penuturan Mbah Ismoenir, percobaan ini menemui keberhasilan pada percobaan ke-11, yang berarti 11 kali perjalanan bolak balik Papungan-Serang.Pada percobaan ke-11 ini berhasil hidup 4 ekor ikan jenis baru ini dengan habitat air tawar. Kejadian ini terjadi pada tanggal 25 MARET 1936.

SPESIES BARU BERNAMA IKAN MOEDJAIR
Keberhasilan percobaan ini, melegakan hati Mbah Moedjair. Segala jerih payah, kesulitan dan rintangan terbayar lunas dengan hidupnya 4 ekor ikan spesies baru ini. Ke-4 ekor ikan ini kemudian oleh Mbah Moedjair ditangkarkan di kolam daerah sumber air Tenggong Desa Papungan. Dari awalnya hanya satu kolam akhirnya bertambah menjadi 3 kolam. Mbah Moedjair juga membangun pondok yang sekaligus berfungsi sebagai tempat tinggal bagi keluargannya di sekitar kolam tenggong ini.

Karena cepat perkembangbiakkan dari spesies ikan ini, maka jumlah ikan milik Mbah Moedjair semakin lama semakin banyak. Untuk itu oleh Mbah Moedjair ikan spesies baru ini diberikan cuma-cuma ke masyarakat sekitar Papungan, selain itu juga dijual di sekitar Blitar dan luar Blitar.
Suatu ketika , penemuan ikan jenis baru ini sampai ke telinga Asisten Resident yang berkedudukan di Kediri. Asisten Resident yang juga seorang Ilmuwan ini tergoda untuk meneliti spesies ikan hasil temuan Mbah Moedjair ini. Dari literature yang ada dan berdasarkan data-data, Asisten Resident ini menyimpulkan bahwa nenek moyang dari ikan ini berasal dari perairan laut Afrika. Sang Asisten Resident ini juga melakukan riset dan wawancara dengan Mbah Moedjair tentang segala hal mengenai ikan ini .Mulai dari proses penemuan di pantai serang, sampai proses percobaan yang sebanyak 11 kali. Mendengar penuturan dari Mbah Moedjair, Asisten Resident ini merasa takjub dan kagum akan kegigihan dan keuletan Mbah Moedjair. Asisten Resident ini memberikan penghargaan kepada Mbah Moedjair berupa pemberian nama ikan spesies baru ini sesuai dengan nama beliau Moedjair yang kemudian dikenal sebagai ikan Moedjair.

Ikan Moedjair semakin menjadi buah bibir dan semakin banyak masyarakat yang mengembangbiakkan. Nama Mbah Moedjair pun semakin dikenal masyarakat luas. Dengan dibantu Wahanan, anak sulung beliau. Ikan Moedjair ini dipasarkan ke hamper daratan Jawa Timur dengan naik sepeda Kumbang.
Oleh Pemerintah beliau diangkat sebagai Jogo Boyo Desa Papungan serta juga mendapatkan gaji bulanan dari Pemerintah Daerah. Oleh Pemerintah Indonesia beliau diangkat sebagai Mantri Perikanan. Selain itu beliau juga memperoleh Penghargaan EKSEKUTIP COMMITTEE dari INDO PASIPIK FISHERIES COUNCIL atas jasanya menemukan ikan Moedjair. Penghargaan tersebut diberikan di Bogor tanggal 30 – JUNI – 1954.
Selain penghargaan tersebut diatas masih ada beberapa pengharagaan yaitu dari KEMENTERIAN PERTANIAN atas nama Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 17 – AGUSTUS – 1951 yang pada waktu itu dijabat oleh Ir.Soeharto.

HARI-HARI TERAKHIR SANG PENEMU
Beliau Wafat pada tanggal 07-09-1957 karena penyakit Asma. Beliau dimakamkan di pemakaman umum Desa Papungan. Kemudian pada tahun 1960 atas inisiatif Departemen Perikanan Indonesia, makam beliau dipindah ke area khusus diselatan Desa Papungan yang juga berfungsi sebagai makam keluarga. Di batu nisan beliau ditulis MOEDJAIR PENEMU IKAN MOEDJAIR lengkap dengan relief ikan Moedjair. Sebagai penghargaan atas jasa beliau yang tidak ternilai. Juga akses jalan ke makam, juga diberi nama Moedjair.

Pada tanggal 6 April 1965 pemerintah Indonesia melalui Departemen Perikanan Darat dan Laut menganugerahkan Mbah Moedjair sebagai Nelayan Pelopor. Piagam ini ditanda tangani oleh Menteri Perikanan Hamzah Atmohandojo.

Istri beliau, Partimah meninggal pada tahun 1966 dan dimakamkan disamping makam Mbah Moedjair. Partimah merupakan sosok istri yang setia mengabdi dan hormat pada suami, salah satu bentuk hormat pada suami adalah sampai detik terakhir sebelum wafatnya Mbah Moedjair, Ibu Partimah masih berkomunikasi dengan bahasa jawa yang halus.

Sumber: gogling.com

Keanehan-keanehan di Balik Terbunuhnya Abraham Lincoln dan John F. Kennedy

Siapa tak kenal Abraham Lincoln  dan John F. Kennedy. Kedua mantan pemimpin Amerika ini ternyata memiliki berbagai berbagai hal yang saling menunjang satu sama lain. Benarkah ini hanya kebetulan?


Abraham Lincoln masuk kongres tahun 1846.
John F. Kennedy masuk kongres tahun 1946.

Abraham Lincoln terpilih jadi presiden tahun 1860.
John F. Kennedy terpilih jadi presiden tahun 1960.

Keduanya sangat peduli hak-hak sipil.
Kedua istri mereka kehilangan anak saat di gedung putih.

Kedua presiden ditembak hari Jumat.
Kedua presiden ditembak di kepala....
Sekretaris Lincoln bernama Kennedy.
Sekretaris Kennedy bernama Lincoln .

Keduanya dibunuh oleh orang dari daerah selatan.
Keduanya digantikan oleh orang selatan yg bernama Johnson.

andre Johnson, yg menggantikan Lincoln , lahir tahun 1808.
Lyndon Johnson, yg menggantikan Kennedy, lahir tahun 1908.

John Wilkes Booth, yg membunuh Lincoln , lahir thn 1839.
Lee Harvey Oswald, yg membunuh Kennedy, lahir thn 1939..

Kedua pembunuh terkenal dengan tiga namanya.
Nama keduanya terdiri dari 15 huruf.

Lincoln ditembak di teater bernama 'Ford.'
Kennedy tertembak di mobil ' Lincoln ' dibuat oleh 'Ford.'

Lincoln tertembak di teater dan pembunuhnya bersembunyi di gudang.
Kennedy tertembak dari sebuah gudang dan pembunuhnya bersembunyi di
teater.

Booth dan Oswald terbunuh sebelum diadili.

Seminggu sebelum Lincoln tertembak, dia berada di Monroe , Maryland
Seminggu sebelum Kennedy tertembak, dia bersama Marilyn Monroe.

Sejarah/Asal-usul Mi Instan

Kasus penarikan mi instan Indomie dari negara Taiwan mengingatkan sebagian orang untuk mewaspadai dampak mi instan bagi kesehatan. Tidak cuma itu, orang jadi ingin tahu, kenapa mie instan yang sangat sederhana pengolahannya ini murah dan terasa nikmat? Bagaimana sejarahnya?

Menurut Situs Wikipedia, mie instan merupakan mi yang sudah dimasak terlebih dahulu dan dicampur dengan minyak, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu - bumbu yang sudah ada dalam paketnya.



Mie instan diciptakan oleh Momofuku Ando asal Jepang pada 1958, yang kemudian mendirikan perusahaan Nissin dan memproduksi produk mi instan pertama di dunia Chicken Ramen (ramen adalah sejenis mi Jepang) rasa ayam.

Peristiwa penting lainnya terjadi pada 1971 ketika Nissin memperkenalkan mi dalam gelas bermerek Cup Noodle. Kemasan mi adalah wadah styrofoam tahan air yang bisa digunakan untuk memasak mi tersebut.

Inovasi berikutnya termasuk menambahkan sayuran kering ke gelas, melengkapi hidangan mi tersebut. Menurut sebuah survei Jepang pada tahun 2000, mie instan adalah ciptaan terbaik Jepang abad ke-20, (Karaoke di urutan kedua dan CD hanya di urutan ketiga). Hingga 2002, setidaknya ada 55 juta porsi mi instan dikonsumsi setiap tahunnya di seluruh dunia.

Mi instan sudah merupakan salah satu makanan terfavorit warga Indonesia. Bisa dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mi instan atau mempunyai persediaan mi instan di rumah. Bahkan tak jarang orang membawa mi instan saat ke luar negeri sebagai persediaan "makanan lokal" jika makanan di luar negeri tidak sesuai selera.

Indomie adalah merek mi instan yang paling terkenal di Indonesia - saking terkenalnya hingga orang Indonesia memanggil mi instan dengan sebutan "indomie" walaupun yang dikonsumsi tidak bermerek Indomie. Merek mi instan lainnya yang terkenal antara lain adalah Supermi, Sarimi, Salam Mie, Mi ABC, Gaga Mie, Mie Sedaap. Produsen yang mendominasi produksi mi instan di Indonesia adalah Indofood Sukses Makmur yang memproduksi Indomie, Supermi dan Sarimi.

Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan yang terbesar di dunia. Dalam hal pemasaran, pada tahun 2005 Tiongkok menduduki tempat teratas, dengan 44,3 milyar bungkus, disusul dengan Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus dan Jepang dengan 5,4 milyar bungkus. Namun Korea Selatan mengonsumsi mi instan terbanyak per kapita, dengan rata-rata 69 bungkus per tahun, diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus, dan Jepang dengan 42 bungkus.