Monday, March 19, 2018

Apa itu Hari Raya Nyepi?

Pernahkah berlibur di Bali bertepatan dengan hari raya Nyepi? Anda mesti melalui hari-hari di hotel ataupun rumah kerabat yang sunyi senyap. Tanpa listrik dan internet. Tanpa ada yang keluar rumah. Bisa Anda manfaatkan waktu untuk introspeksi.

Orang Hindu Bali  meyakini inilah saat yang tepat untuk menjalani Catur Brata alias puasa dari nyala api, kerja, bepergian, dan hiburan yang saban waktu terhidang di sekeliling Anda. Buat orang Hindu, Nyepi yang berlangsung setahun sekali itu memang peringatan tahun SAKA, yakni tahun barn Bali yang bermula pada tahun 78 masehi. Namun yang paling penting, hari tersebut merupakan peringatan upacara pengorbanan, yanglazim disebut Butha Yadnya. Intinya, pencucian dan pengharmonian kembali alam beserta seisinya yang telah kotor. Filosofi Nyepi sendin berhubungan dengan kepercayaan antara bulan Dewa dan Bulan Butha/bulan kotor.

Bulan dewa adalah bulan suci yang jatuh antara bulan ke-9 sampai ke-5, sedangkan bulan kotor jatuh antara bulan ke-5 sampai ke-9. Penyebab bulan kotor tak lain adalah ketidaksadaran manusia yang senantiasa bikin ulah di muka bumi ini.

Bulan yang paling kotor adalah bulan ke-9 dari tahun saka. Orang Bali biasa menyebutnya sebagai Kesanga. Hari paling suram dan kotor, otomatis adalah hari terakhir dari bulan ke-9. Atas dasar inilah nyepi yang identik dengan hening dijalani umat Hindu Bali. Tujuannya jelas mencuci dosa-dosa dan penderitaan yang disebabkan umat manusia, dilakukan secara spiritual.

Rangkaian upacara Nyepi terdiri dari Melasti, Tawur Kesanga, lantas dilanjutkan dengan acara Nyepi itu sendiri pada hari "H". Melasti yang bermakna sebagai pawai dewa dilakukan 3 hari sebelum nyepi. Tujuannya berserah diri pada Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagan dewa air yang disebut Wisnu. 

Umat Hindu Bali mengambil air suci dari lautan untuk membersilikan semesta dan seisinya secara bersama-sama. Saat ini, mereka jalan beriringan mcnuju pantai dengan baju adat yang meriah. Kepala mereka menjunjung berbagai persembahan. Kalau Tawur Kesanga, belangsungnya sehari sebelum nyepi. Tujuannya, harmonisasi segala yang ada di muka bumi, termasuk hubungan manusia dengan "I'uhan, dengan manusia lain, dan dengan semesta ini. Mulai senja sekitar pukul 18.00 Wita, umat Hindu keluar rumah dan berkumpul di jalan-jalan, mengusung ogoh-ogoh. 

Ogoh-ogoh

Ogoh-ogoh sendirn merupakan boneka yang sangat besar dan tinggi, dibuat warga masing-masing banjar di Bali. Baik wajah maupun bentuknya dibikin sangat seram, biasanya berwujud raksasa. 

Namun yang nampak sebagaimana binatang purba macam dinosaurus pun ada. Bahan bakunya bambu, kayu, kertas semen, cat, tali, dan benang. Benda yang wujudnya mengerikan ini merupakan simbol kekuatan jahat yang mesti dilenyapkan. 

Sebelum diarak keliling, ogoh-ogoh "dihidupkan" secara spiritual. Setelah diarak, benda mengerikan ini pun dibakar.

Sesungguhnya, pembuatan ogoh-ogoh sendiri tidak diwajibkan agama. Ini semata kreativitas umat. Namun kreasi itu tidak boleh bertentangan dengan filosofi agama. 

Ogoh-ogoh mulai dikenal luas di Bali pada tahun 1980-an. Sebelum tahun itu, simbol kekuatan jahat tersebut cuma dibikin desa­desa tertentu di Bali. Pada saat senja, dulu orang Bali biasa memakai obor clan berkumpul di jalanan untuk menandai akhir tahun saka. Namun, bisa jadi karena naluri kesenian orang Bali begim kuat, kreasi ogoh-ogoh pun muncul sebagan visualisasn kekuatan jahat.

Ogoh-ogoh yang beraneka rupa dan diusung di jalanan itu sudah pasti memacetkan jalan-jalan. Tapi dijamin Anda tidak akan jengkel jika terjebak kemacetan akibat pawai ogoh-ogoh. Bentuk-bentuk boneka seram itu yang beraneka itu akan membikin Anda tertawa geli. Maka, jangan lewatkan pawai ogoh-ogoh setahun sekali di Bali, sebelum memasuki suasana nyepi yang serba hening.

No comments: